PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Nana
Syaodih Sukmadinata (2009:1) menyatakan bahwa pendidikan merupakan sarana
strategis untuk meningkatkan kualitas bangsa, karena salah satu faktor penting
dalam kemajuan suatu bangsa itu terletak pada kualitas pendidikan pada bangsa
itu sendiri. Sistem pendidikan di Indonesia masih belum begitu berhasil dalam
menciptakan sumber daya manusia yang handal dan berkualitas, untuk itu sangat
diperlukan pembaharuan pendidikan. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi
antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang
berlangsung dalam lingkungan tertentu.
Hasbullah
(2003:10) menyatakan bahwa pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia
dalam kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai,
baik tujuan yang dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan
yang dbentuk secara khusus untuk memudahkan pencapaian tujuan yang lebih
tinggi.
Muhammad
Zaini (2009:81-82) menyatakan bahwa tujuan tiap satuan pendidikan harus mengacu
kearah pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagaimana telah dituangkan
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Tujuan pembelajaran merupakan tujuan dari setiap program pendidikan yang
diberikan kepada anak didik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana penerapan model pembelajaran berbasis masalah
pada mata pelajaran matematika siswa di kelas IV SDN Karang Duak II ?
2. Bagaimana
prestasi belajar siswa dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah
pada mata pelajaran matematika siswa di kelas IV SDN Karang Duak II ?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran berbasis
masalah pada mata pelajaran matematika siswa di kelas IV SDN Karang Duak II.
2. Mendeskripsikan
prestasi belajar siswa dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah
pada mata pelajaran matematika siswa di kelas IV SDN Karang Duak II.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Pada
Mata Pelajaran Matematika
1. Pengertian
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Made
Wena (2009:91) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan
salah satu dari sekian banyak model pembelajaran yang berkembang saat ini.
Model pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan Problem Based Learning (PBL)
yang artinya strategi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada
permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan
kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan.
Wina
Sanjaya (2011:215) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah
interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah
belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan
masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu efektif
sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta
dicari pemecahannya, dengan baik.Pengalaman siswa yang diperoleh dari
lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh
pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
M.
Ibrahim dan M. Nur (2000:2) menyatakan bahwa menyatakan pembelajaran berbasis
masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir
tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang
sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia
sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan
dasar maupun kompleks.
Dari
berbagai pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa
mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
2.
Pengertian Matematika
Erman Suherman (2003:16) menyatakan bahwa berdasarkan etimologis,
perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”.
Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu pengetahuan lain diperoleh tidak melalui
penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia
rasio (penalaran), sedangkan ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen
di samping penalaran.
R. Soejadi (2000:11) menyatakan bahwa Sedangkan hakikat
matematika, yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan
pola pikir yang deduktif. Beberapa
definisi lain tentang matematika, yaitu:
a.
Matematika adalah
cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik
b.
Matematika adalah
pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
c.
Matematika adalah
pengetahuan tentang penalaran logis dan hubungan dengan bilangan
d.
Matematika adalah
pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan
bentuk
e.
Matematika adalah
pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik
f.
Matematika adalah
pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Heruman (2007:1) menyatakan bahwa matematika merupakan pola pikir,
pola mengorganisasikan, pembuktian logika, pengetahuan struktur yang
terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif
berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang
telah dibuktikan kebenarannya.
Sri Subarinah (2006:1) menyatakan bahwa matematika merupakan
telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni,
suatu bahasa dan suatu alat. Matematika bukan pengetahuan tersendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi beradanya karena untuk membantu manusia
dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Ini
berarti bahwa belajar matematika pada hakikatnya adalah belajar konsep,
struktur konsep, dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.
3.
Strategi
Yang Umum Dipakai Pada Pengajaran Matematika
a. Stategi
Inkuiri
Wina
Sanjaya (2011:215) menyatakan bahwa strategi inkuiri berarti suatu rangkaian
kegiatan kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Sasaran utama kegiatan mengajar pada strategi ini ialah:
1) Keterlibatan
siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan belajar disini
adalah kegiatan mental intelektual dan sosial emosional.
2) Keterarahan
kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran.
3) Mengembangkan
sikap percaya pada diri sendiri (selfbelief) pada diri siswa tentang apa yang
ditemukan dalam proses inkuiri.
Wina Sanjaya (2011:215-216) menyatakan bahwa untuk
menyusun strategi yang terarah perlu diperhatikan kondisi-kondisi yang
memungkinkan siswa dapat berinkuiri secara maksimal. Kondisi-kondisi umum yang
merupakan syarat bagi timbulnya inkuiri bagi siswa adalah:
1) Aspek
sosial didalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi. Hal
ini menuntut adanya suasana bebas di dalam kelas, setiap siswa tidak merasakan
adanya tekanan/hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kebebasan berbicara dan
penghargaan terhadap pendapat yang berbeda walaupun pendapat itu tidak relevan.
2) INKUIRI
berfokus pada hipotesis. Siswa perlu menyadari bahwa ada dasarnya semua
pengetahuan bersifat tentatif, tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak.
Sehubungan adanya berbagai sudut pandang yang berbeda diantara siswa, maka
dimungkinkan adanya variasi penyelesaian masalah sehingga INKUIRI bersifat open
ended, ada berbagai kesimpulan yang berbeda dari masing-masing siswa dengan
argumen yang benar. Disamping INKUIRI terbuka dikenal juga INKUIRI tertutup
yaitu jika hanya ada satu-satunya kesimpulan yang benar sebagai hasil proses
INKUIRI.
3) Penggunaan
fakta. Di dalam kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta
sebagimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya. Untuk menciptakan
kondisi diatas, maka peranan guru sangat menentukan. Guru tidak lagi berperan
sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi, sekalipun hal
itu sangat diperlukan.
b. Peran
utama guru dalam menciptakan kondisi inkuiri
Wina
Sanjaya (2011:216) menyatakan bahwa Peran utama guru dalam menciptakan kondisi
inkuiri, yaitu:
1) Motivator,
yang memberi rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berfikir.
2) Fasilisator,
yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berfikir siswa.
3) Peranannya,
untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberi keyakinan
pada diri sendiri.
4) Administrator,
yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas
5) Pengarah,
yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan.
6) Manajer,
yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.
7) Rewarder,
yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan
semangat heuristik pada siswa supaya guru dapat melakukan peranannya secara
efektif maka pengenalan kemampuan siswa sangat diperlukan, terutama cara
berpikirnya, cara mereka menanggapi, dan sebagainya.
4.
Strategi
Penyelesaian Masalah (PROBLEM SOLVING)
Made
Wena (2009:91) menyatakan bahwa strategi belajar mengajar penyelesaian masalah
memberi tekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar. Proses ini
berlangsung secara bertahap, mulai dari menerima stimulus dari lingkungan
sampai pada memberi respons yang tepat terhadapnya. Penyelesaian masalah dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
a. Penyelesaian
masalah berdasarkan pengalaman masa lampau, dalam hal ini penyelesaian masalah
kurang rasional.
b. Penyelesaian
masalah secara intuitif masalah diselesaikan tidak berdasarkan akal, tetapi
berdasarkan intuisi atau firasat.
c. Penyelesaian
masalah dengan cara trial error, penyelesaian masalah dilakukan dengan
coba-coba ,percobaan yang dlakukan tidak berdasar hipotesis tetapi secara acak.
d. Penyelesaian
masalah secara otoritas. Penyelesaian masalah dilakukan berdasarkan kewenangan
seseorang.
e. Penyelesaian
masalah secara meta fisik. Masalah-masalah yang dihadapi dalam dunia empirik
diselesaikan dengan prinsip-prinsip yang bersumber pada dunia supranatural/dunia
mistik/dunia gaib.
f. Penyelesaian
masalah secara ilmiah ialah penyelesaian masalah secara rasional melalui proses
deduksi dan induksi.
Made
Wena (2009:92) menyatakan bahwa penyelesaian masalah dalam strategi belajar
mengajar disini ialah penyelesaian masalah secara ilmiah atau semi ilmiah. Guru
memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan, materi pelajaran tidak
terbatas hanya pada buku teks disekolah tetapi dapat diambil dari sumber-sumber
lingkungan yang ada. Pemilihan materi seperti itu memerlukan beberapa criteria
sebagai berikut:
a. Bahan
yang dipilih bersifat conflict issue atau controversial. Bahan seperti itu
dapat direkam dari peristiwa-peristiwa konkret dalam bentuk audo visual atau
kliping atau disusun sendiri oleh guru.
b. Bahan
yang dipilih bersifat umum sehingga tidak terlalu asing bagi siswa.
c. Bahan
tersebut mencakup kepentingan orang banyak dalam masyarakat.
d. Bahan
tersebut mendukung tujuan pengajaran dan pokok bahasan dalam kurikulum sekolah.
e. Bahan
tersebut merangsang perkembangan kelas yang mengarah pada tujuan yang
dikehendaki.
f. Bahan
tersebut menjamin kesinambungan pengalaman belajar siswa.
B.
Prestasi
Belajar Siswa Dengan Diterapkannya Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada
Mata Pelajaran Matematika
1.
Berdasarkan
Bentuk Dan Pendekatan
a. Expository
Trianto (2010:93) menyatakan bahwa exposition (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran. Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan menyampaikan pesan berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila guru ingin banyak melibatkan siswa secara aktif. Contoh strategi ekspositorik : Pada Taman kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan untuk menyeberang jalan dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan : berdiri pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan wa rna, dan sebagainya. Ia mengemukakan aturan umum dan mengharap anak-anak akan mengikuti/mentaati aturan tersebut.
Trianto (2010:93) menyatakan bahwa exposition (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran. Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan menyampaikan pesan berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila guru ingin banyak melibatkan siswa secara aktif. Contoh strategi ekspositorik : Pada Taman kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan untuk menyeberang jalan dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan : berdiri pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan wa rna, dan sebagainya. Ia mengemukakan aturan umum dan mengharap anak-anak akan mengikuti/mentaati aturan tersebut.
b. Discovery
dan Inquiry
Trianto (2010:94) menyatakan bahwa discovery
(penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan).
Discovery (penemuan) adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu
konsep atau suatu prinsip. Proses mental misalnya; mengamati, menjelaskan,
mengelompokkan, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan konsep, misalnya;
bundar, segitiga, kubus dan balok. Inquiry, merupakan perluasan dari discovery
(discovery yang digunakan lebih mendalam) Artinya, inquiry mengandung proses
mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya; merumuskan problema, merancang
eksperi men, melaksanakan eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data,
menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Selanjutnya Sund
mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas tertentu adalah baik
untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry adalah baik untuk siswa-siswa di
kelas yang lebih tinggi. Mencoba mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari
situasi yang didominasi. guru ke situasi yang melibatkan siswa dalam proses
mental melalui tukar pendapat yang berwujud diskusi, seminar dan sebagainya.
2.
Langkah-langkah
Inquiry
a. Menemukan
masalah
b. Pengumpulan
data untuk memperoleh kejelasan
c. Pengumpulan
data untuk mengadakan percobaan
d. Perumusan
keterangan yang diperoleh
e. Analisis
proses inquiry.
3.
Pendekatan
Konsep
M.
Ibrahim dan M. Nur (2000:51) menyatakan bahwa istilah “concept” (konsep)
ditunjukkan melalui tingkah laku individu dalam mengemukakan sifat-sifat suatu
obyek seperti : bundar, merah, halus, rangkap, atau obyek-obyek yang kita kenal
seperti rambut, kucing, pohon dan rumah. Semuanya itu menunjukkan pada suatu
konsep yang nyata (concrete concept). Gagne mengatakan bahwa selain konsep
konkret yang bisa kita pelajari melalui pengamatan, mungkin juga ditunjukkan
melalui definisi/batasan, karena merupakan sesuatu yang abstrak. Misalnya
iklim, massa, bahasa atau konsep matematis. Bila seseorang telah mengenal suatu
konsep, maka konsep yang telah diperoleh tersebut dapat digunakan untuk
mengorganisasikan gejala-gejala yang ada di dalam kehidupan. Proses
menghubung-hubungkan dan mengorganisasikan konsep yang satu dengan yang lain
dilakukan melalui kemampuan kognitif.
4.
Pendekatan
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Pendekatan
bahwa di dalam kelas mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa
(melibatkan siswa secara aktif). Hanya saja siswa itulah yang berbeda. Kalau
dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa,
akan tetapi saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan
siswa. Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum
terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka
mampu menampilkan potensi itu, meskipun sederhana. Para guru dapat menumbuhkan
keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya,
sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan
keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan
sendi fakta dan konsep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.
Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat pada CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya.
Hakekat pada CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya.
5.
Berdasarkan
Pertimbangan Proses Pengolahan.
a. Strategi
Deduktif.
M. Ibrahim dan M.
Nur (2000:63) menyatakan bahwa dengan Strategi Deduktif materi atau bahan
pelajaran diolah dari mulai yang umum, generalisasi atau rumusan, ke yang
bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat berupa sifat, atribut atau
ciri-ciri. Strategi Deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik
konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
b. Strategi
Induktif.
M. Ibrahim dan M.
Nur (2000:63) menyatakan bahwa dengan Strategi Induktif materi atau bahan
pelajaran diolah mulai dari yang khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang
umum, generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan dalam
mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
6.
Berdasarkan
Pertimbangan Pihak Pengolah
a. Strategi
Ekspositorik.
M. Ibrahim dan M.
Nur (2000:64) menyatakan bahwa dengan Strategi Ekspositorik bahan atau materi
pelajaran diolah oleh guru. Siswa tinggal “terima jadi” dari guru. Dengan
Strategi Ekspositorik guru yang mencari dan mengolah bahan pelajaran, yang
kemudian menyampaikannya kepada siswa. Strategi Ekspositorik dapat digunakan di
dalam mengajarkan berbagai materi pelajaran, kecuali yang sifatnya pemecahan
masalah.
b. Strategi
Heuristik.
M. Ibrahim dan M. Nur
(2000:64) menyatakan bahwa dengan Strategi Heuristik bahan atau materi
pelajaran diolah oleh siswa. Siswa yang aktif mencari dan mengolah bahan
pelajaran. Guru sebagai fasilitator memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan.
Strategi Heuristik dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai materi pelajaran termasuk pemecahan masalah. Dengan Strategi Heuristik diharapkan siswa bukan hanya paham dan mampu melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, akan tetapi juga akan terbentuk sikap-sikap positif, seperti: kritis, kreatif, inovatif, mandiri, terbuka. Strategi Heuristik terbagai atas diskoveri dan Inkuiri.
Strategi Heuristik dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai materi pelajaran termasuk pemecahan masalah. Dengan Strategi Heuristik diharapkan siswa bukan hanya paham dan mampu melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, akan tetapi juga akan terbentuk sikap-sikap positif, seperti: kritis, kreatif, inovatif, mandiri, terbuka. Strategi Heuristik terbagai atas diskoveri dan Inkuiri.
7.
Berdasarkan Pertimbangan
Pengaturan Guru.
a. Strategi
Seorang Guru.
Seorang guru mengajar
kepada sejumlah siswa.
b. Strategi
Pengajaran Beregu (Team Teaching).
Dengan Pengajaran
Beregu, dua orang atau lebih guru mengajar sejumlah siswa. Pengajaran Beregu
dapat digunakan di dalam mengajarkan salah satu mata pelajaran atau sejumlah
mata pelajaran yang terpusat kepada suatu topik tertentu.
8.
Atas Dasar
Pertimbangan Jumlah Siswa.
a. Strategi
Klasikal
b. Strategi
Kelompok Kecil
c. Strategi
Individual.
9.
Atas Dasar
Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa.
a. Strategi
Tatap Muka.
Akan lebih baik dengan
menggunakan alat peraga.
b. Strategi
Pengajaran Melalui Media.
Guru tidak langsung
kontak dengan siswa, akan tetapi guru “mewakilkan” kepada media. Siswa
berinteraksi dengan media.
10.
Prestasi Belajar Siswa
Selama
pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah
terjadi peningkatan prestasi belajar. Peningkatan prestasi belajar dapat
dilihat dari nilai hasil tes mulai dari pre tes, post test siklus
1 sampai dengan post test siklus 2. Peningkatan prestasi belajar dapat
dilihat dari nilai hasil tes mulai dari pre tes, post test siklus
1 sampai dengan post test siklus 2.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan pembelajaran dan hasil yang optimal dapat dicapai salah
satunya dengan cara guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat,
sehingga siswa dapat beradaptasi dengan konsep yang disajikan. Meski telah
diketahui bahwa tidak ada cara yang paling benar dan cara mengajar yang paling
baik, tetapi seorang guru harus menjadi guru kreatif, professional dan
menyenangkan. Jadi seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan
pendekatan dan memilih model pembelajaran yang efektif. Hal ini penting
terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan.
Pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu model pembelajaran yang dapat
digunakan dalam mengembangkan dan mengimplementasi kemampuan kognitif siswa
melalui keaktifan berpikir untuk menyelesaikan masalah. Dengan model
pembelajaran ini, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih
berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan
sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperbaiki pada apa yang
diperlihatkan guru selama pelajaran berlangsung.
B. Saran
Dalam
pembelajaran disekolah umumya, diantaranya adalah Dalam setiap pembelajaran,
perlu adanya pendekatan, metode, media dan teknik pembelajaran yang sesuai
dengan materi yang akan disampaikan sehingga dapat menarik perhatian dan minat
siswa. hal-hal tersebut hendaknya telah dipersiapkan oleh guru sebelum
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Karena dengan adanya perencanaan dan
penentuan metode serta media yang akan dipakai, pembelajaran akan berjalan
secara sistematis.
Komentar
Posting Komentar