PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Nana Syaodih Sukmadinata (2009:1) menyatakan bahwa pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas bangsa, karena salah satu faktor penting dalam kemajuan suatu bangsa itu terletak pada kualitas pendidikan pada bangsa itu sendiri. Sistem pendidikan di Indonesia masih belum begitu berhasil dalam menciptakan sumber daya manusia yang handal dan berkualitas, untuk itu sangat diperlukan pembaharuan pendidikan. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.
Hasbullah (2003:10) menyatakan bahwa pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dbentuk secara khusus untuk memudahkan pencapaian tujuan yang lebih tinggi.
Muhammad Zaini (2009:81-82) menyatakan bahwa tujuan tiap satuan pendidikan harus mengacu kearah pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagaimana telah dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan dari setiap program pendidikan yang diberikan kepada anak didik.



B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran matematika siswa di kelas IV SDN Karang Duak II ?
2.    Bagaimana prestasi belajar siswa dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran matematika siswa di kelas IV SDN Karang Duak II ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.    Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran matematika siswa di kelas IV SDN Karang Duak II.
2.    Mendeskripsikan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran matematika siswa di kelas IV SDN Karang Duak II.











BAB II
PEMBAHASAN

A.  Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Mata Pelajaran Matematika
1.    Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Made Wena (2009:91) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu dari sekian banyak model pembelajaran yang berkembang saat ini. Model pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) yang artinya strategi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan.
Wina Sanjaya (2011:215) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya, dengan baik.Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
M. Ibrahim dan M. Nur (2000:2) menyatakan bahwa menyatakan pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
Dari berbagai pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
2.    Pengertian Matematika
Erman Suherman (2003:16) menyatakan bahwa berdasarkan etimologis, perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu pengetahuan lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen di samping penalaran.
R. Soejadi (2000:11) menyatakan bahwa Sedangkan hakikat matematika, yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Beberapa definisi lain tentang matematika, yaitu:
a.    Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik
b.    Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
c.    Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan hubungan dengan bilangan
d.   Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk
e.    Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik
f.     Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Heruman (2007:1) menyatakan bahwa matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian logika, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya.
Sri Subarinah (2006:1) menyatakan bahwa matematika merupakan telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Matematika bukan pengetahuan tersendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi beradanya karena untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Ini berarti bahwa belajar matematika pada hakikatnya adalah belajar konsep, struktur konsep, dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.
3.    Strategi Yang Umum Dipakai Pada Pengajaran Matematika
a.    Stategi Inkuiri
Wina Sanjaya (2011:215) menyatakan bahwa strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan mengajar pada strategi ini ialah:
1)   Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan belajar disini adalah kegiatan mental intelektual dan sosial emosional.
2)   Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran.
3)   Mengembangkan sikap percaya pada diri sendiri (selfbelief) pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
 Wina Sanjaya (2011:215-216) menyatakan bahwa untuk menyusun strategi yang terarah perlu diperhatikan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa dapat berinkuiri secara maksimal. Kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya inkuiri bagi siswa adalah:
1)   Aspek sosial didalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana bebas di dalam kelas, setiap siswa tidak merasakan adanya tekanan/hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kebebasan berbicara dan penghargaan terhadap pendapat yang berbeda walaupun pendapat itu tidak relevan.
2)   INKUIRI berfokus pada hipotesis. Siswa perlu menyadari bahwa ada dasarnya semua pengetahuan bersifat tentatif, tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak. Sehubungan adanya berbagai sudut pandang yang berbeda diantara siswa, maka dimungkinkan adanya variasi penyelesaian masalah sehingga INKUIRI bersifat open ended, ada berbagai kesimpulan yang berbeda dari masing-masing siswa dengan argumen yang benar. Disamping INKUIRI terbuka dikenal juga INKUIRI tertutup yaitu jika hanya ada satu-satunya kesimpulan yang benar sebagai hasil proses INKUIRI.
3)   Penggunaan fakta. Di dalam kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta sebagimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya. Untuk menciptakan kondisi diatas, maka peranan guru sangat menentukan. Guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi, sekalipun hal itu sangat diperlukan.
b.    Peran utama guru dalam menciptakan kondisi inkuiri
Wina Sanjaya (2011:216) menyatakan bahwa Peran utama guru dalam menciptakan kondisi inkuiri, yaitu:
1)   Motivator, yang memberi rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berfikir.
2)   Fasilisator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berfikir siswa.
3)   Peranannya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberi keyakinan pada diri sendiri.
4)   Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas
5)   Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan.
6)   Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.
7)   Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa supaya guru dapat melakukan peranannya secara efektif maka pengenalan kemampuan siswa sangat diperlukan, terutama cara berpikirnya, cara mereka menanggapi, dan sebagainya.

4.    Strategi Penyelesaian Masalah (PROBLEM SOLVING)
Made Wena (2009:91) menyatakan bahwa strategi belajar mengajar penyelesaian masalah memberi tekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar. Proses ini berlangsung secara bertahap, mulai dari menerima stimulus dari lingkungan sampai pada memberi respons yang tepat terhadapnya. Penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
a.    Penyelesaian masalah berdasarkan pengalaman masa lampau, dalam hal ini penyelesaian masalah kurang rasional.
b.    Penyelesaian masalah secara intuitif masalah diselesaikan tidak berdasarkan akal, tetapi berdasarkan intuisi atau firasat.
c.    Penyelesaian masalah dengan cara trial error, penyelesaian masalah dilakukan dengan coba-coba ,percobaan yang dlakukan tidak berdasar hipotesis tetapi secara acak.
d.   Penyelesaian masalah secara otoritas. Penyelesaian masalah dilakukan berdasarkan kewenangan seseorang.
e.    Penyelesaian masalah secara meta fisik. Masalah-masalah yang dihadapi dalam dunia empirik diselesaikan dengan prinsip-prinsip yang bersumber pada dunia supranatural/dunia mistik/dunia gaib.
f.     Penyelesaian masalah secara ilmiah ialah penyelesaian masalah secara rasional melalui proses deduksi dan induksi.
Made Wena (2009:92) menyatakan bahwa penyelesaian masalah dalam strategi belajar mengajar disini ialah penyelesaian masalah secara ilmiah atau semi ilmiah. Guru memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan, materi pelajaran tidak terbatas hanya pada buku teks disekolah tetapi dapat diambil dari sumber-sumber lingkungan yang ada. Pemilihan materi seperti itu memerlukan beberapa criteria sebagai berikut:
a.    Bahan yang dipilih bersifat conflict issue atau controversial. Bahan seperti itu dapat direkam dari peristiwa-peristiwa konkret dalam bentuk audo visual atau kliping atau disusun sendiri oleh guru.
b.    Bahan yang dipilih bersifat umum sehingga tidak terlalu asing bagi siswa.
c.    Bahan tersebut mencakup kepentingan orang banyak dalam masyarakat.
d.   Bahan tersebut mendukung tujuan pengajaran dan pokok bahasan dalam kurikulum sekolah.
e.    Bahan tersebut merangsang perkembangan kelas yang mengarah pada tujuan yang dikehendaki.
f.     Bahan tersebut menjamin kesinambungan pengalaman belajar siswa.

B.  Prestasi Belajar Siswa Dengan Diterapkannya Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Mata Pelajaran Matematika
1.    Berdasarkan Bentuk Dan Pendekatan
a.    Expository
         Trianto (2010:93) menyatakan bahwa exposition (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran. Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan menyampaikan pesan berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila guru ingin banyak melibatkan siswa secara aktif. Contoh strategi ekspositorik : Pada Taman kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan untuk menyeberang jalan dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan : berdiri pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan wa rna, dan sebagainya. Ia mengemukakan aturan umum dan mengharap anak-anak akan mengikuti/mentaati aturan tersebut.
b.    Discovery dan Inquiry
          Trianto (2010:94) menyatakan bahwa discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental misalnya; mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan konsep, misalnya; bundar, segitiga, kubus dan balok. Inquiry, merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakan lebih mendalam) Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya; merumuskan problema, merancang eksperi men, melaksanakan eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Selanjutnya Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry adalah baik untuk siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi. Mencoba mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi. guru ke situasi yang melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud diskusi, seminar dan sebagainya.
2.    Langkah-langkah Inquiry
a.    Menemukan masalah
b.    Pengumpulan data untuk memperoleh kejelasan
c.    Pengumpulan data untuk mengadakan percobaan
d.   Perumusan keterangan yang diperoleh
e.    Analisis proses inquiry.
3.    Pendekatan Konsep
M. Ibrahim dan M. Nur (2000:51) menyatakan bahwa istilah “concept” (konsep) ditunjukkan melalui tingkah laku individu dalam mengemukakan sifat-sifat suatu obyek seperti : bundar, merah, halus, rangkap, atau obyek-obyek yang kita kenal seperti rambut, kucing, pohon dan rumah. Semuanya itu menunjukkan pada suatu konsep yang nyata (concrete concept). Gagne mengatakan bahwa selain konsep konkret yang bisa kita pelajari melalui pengamatan, mungkin juga ditunjukkan melalui definisi/batasan, karena merupakan sesuatu yang abstrak. Misalnya iklim, massa, bahasa atau konsep matematis. Bila seseorang telah mengenal suatu konsep, maka konsep yang telah diperoleh tersebut dapat digunakan untuk mengorganisasikan gejala-gejala yang ada di dalam kehidupan. Proses menghubung-hubungkan dan mengorganisasikan konsep yang satu dengan yang lain dilakukan melalui kemampuan kognitif.
4.    Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Pendekatan bahwa di dalam kelas mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa (melibatkan siswa secara aktif). Hanya saja siswa itulah yang berbeda. Kalau dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, akan tetapi saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa. Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu, meskipun sederhana. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendi fakta dan konsep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat pada CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya.
5.    Berdasarkan Pertimbangan Proses Pengolahan.
a.    Strategi Deduktif.
M. Ibrahim dan M. Nur (2000:63) menyatakan bahwa dengan Strategi Deduktif materi atau bahan pelajaran diolah dari mulai yang umum, generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat berupa sifat, atribut atau ciri-ciri. Strategi Deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
b.    Strategi Induktif.
M. Ibrahim dan M. Nur (2000:63) menyatakan bahwa dengan Strategi Induktif materi atau bahan pelajaran diolah mulai dari yang khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang umum, generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
6.    Berdasarkan Pertimbangan Pihak Pengolah
a.    Strategi Ekspositorik.
M. Ibrahim dan M. Nur (2000:64) menyatakan bahwa dengan Strategi Ekspositorik bahan atau materi pelajaran diolah oleh guru. Siswa tinggal “terima jadi” dari guru. Dengan Strategi Ekspositorik guru yang mencari dan mengolah bahan pelajaran, yang kemudian menyampaikannya kepada siswa. Strategi Ekspositorik dapat digunakan di dalam mengajarkan berbagai materi pelajaran, kecuali yang sifatnya pemecahan masalah.
b.    Strategi Heuristik.
M. Ibrahim dan M. Nur (2000:64) menyatakan bahwa dengan Strategi Heuristik bahan atau materi pelajaran diolah oleh siswa. Siswa yang aktif mencari dan mengolah bahan pelajaran. Guru sebagai fasilitator memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan.
Strategi Heuristik dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai materi pelajaran termasuk pemecahan masalah. Dengan Strategi Heuristik diharapkan siswa bukan hanya paham dan mampu melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, akan tetapi juga akan terbentuk sikap-sikap positif, seperti: kritis, kreatif, inovatif, mandiri, terbuka. Strategi Heuristik terbagai atas diskoveri dan Inkuiri.
7.    Berdasarkan Pertimbangan Pengaturan Guru.
a.    Strategi Seorang Guru.
Seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa.
b.    Strategi Pengajaran Beregu (Team Teaching).
Dengan Pengajaran Beregu, dua orang atau lebih guru mengajar sejumlah siswa. Pengajaran Beregu dapat digunakan di dalam mengajarkan salah satu mata pelajaran atau sejumlah mata pelajaran yang terpusat kepada suatu topik tertentu.

8.    Atas Dasar Pertimbangan Jumlah Siswa.
a.    Strategi Klasikal
b.    Strategi Kelompok Kecil
c.    Strategi Individual.
9.    Atas Dasar Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa.
a.    Strategi Tatap Muka.
Akan lebih baik dengan menggunakan alat peraga.
b.    Strategi Pengajaran Melalui Media.
Guru tidak langsung kontak dengan siswa, akan tetapi guru “mewakilkan” kepada media. Siswa berinteraksi dengan media.
10.     Prestasi Belajar Siswa
Selama pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah terjadi peningkatan prestasi belajar. Peningkatan prestasi belajar dapat dilihat dari nilai hasil tes mulai dari pre tes, post test siklus 1 sampai dengan post test siklus 2. Peningkatan prestasi belajar dapat dilihat dari nilai hasil tes mulai dari pre tes, post test siklus 1 sampai dengan post test siklus 2.















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Tujuan pembelajaran dan hasil yang optimal dapat dicapai salah satunya dengan cara guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat, sehingga siswa dapat beradaptasi dengan konsep yang disajikan. Meski telah diketahui bahwa tidak ada cara yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik, tetapi seorang guru harus menjadi guru kreatif, professional dan menyenangkan. Jadi seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih model pembelajaran yang efektif. Hal ini penting terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengembangkan dan mengimplementasi kemampuan kognitif siswa melalui keaktifan berpikir untuk menyelesaikan masalah. Dengan model pembelajaran ini, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperbaiki pada apa yang diperlihatkan guru selama pelajaran berlangsung.
B.  Saran
Dalam pembelajaran disekolah umumya, diantaranya adalah Dalam setiap pembelajaran, perlu adanya pendekatan, metode, media dan teknik pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan sehingga dapat menarik perhatian dan minat siswa. hal-hal tersebut hendaknya telah dipersiapkan oleh guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran. Karena dengan adanya perencanaan dan penentuan metode serta media yang akan dipakai, pembelajaran akan berjalan secara sistematis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KETERKAITAN PPKn DENGAN IPS

MASALAH MORALITAS DI SEKOLAH DASAR

BATASAN DAN KEBERHASILAN PENDIDIKAN ISLAM