BATASAN DAN KEBERHASILAN PENDIDIKAN ISLAM



Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat urgen dan tidak bisa lepas dari kehidupan. Dengan pendidikan akan membantu manusia untuk menyingkapkan dan menemui rahasia alam, mengembangkan fitrah manusia yang merupakan potensi untuk berkembang. Pendidikan itu untuk membentuk kepribadian dan memahami ilmu pengetahuan. Manusia sangat membutuhkan pendidikan, mulai dari dilahirkan ia sudah membutuhkan bantuan. Bantuan itulah awal dari kegiatan pendidikan.
Pendidikan juga merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia. Sebagai suatu proses, pendidikan tidak hanya berlangsung pada suatu saat saja. Akan tetapi proses pendidikan harus berlangsung secara berkesinambungan. Hal ini memunculkan istilah pendidikan seumur hidup (life long education).
Dalam pelaksanaannya pendidikan memiliki kemungkinan dan keterbatasan. Sejauh manakah kemungkinan yang dapat dicapai oleh pendidikan pada diri seseorang tidak dapat dinyatakan dengan jelas. Pendidikan memilki batasan-batsan bukan berarti pendidikan tersebut berlangsung pada saat-saat tertentu tetapi batasan-batasan tersebut yaitu dimulai dari kapan seseorang itu menempuh atau mulai berkecimpung dalam yang namanya dunia penndidikan. Dalam makalah ini kami akan  menjelaskan apakah pendidikan itu berlangsung seumur hidup, Jika tidak demikian kapan pendidikan itu dimulai dan kapan pula berakhir. dan apakah manusia mungkin atau tidak mungakin menerima pengaruh yang bersifat mendidik, serta aliran-aliran dalam pendidikan
Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan batas-batas pendidikan?
2.    Apakah yang dimaksud batas awal dan akhir dalam pendidikan dan mungkin atau tidak mungkin menerima pengaruh yang bersifat mendidik?
3.    Apakah pandangan islam tentang pengaruh faktor warisan dan lingkungan serta yang dapat dicapai manusia melalui pendidikan?
  
Tujuan Pembahasan Masalah
1.        Agar pembaca mengetahui batas-batas pendidikan
2.        Agar pembaca mengetahui batas awal dan batas akhir pendidikan
3.        Agar pembaca mengetahui bisa atau tidak manusian menerima pengaruh yang bersifat mendidik
4.        Agar pembaca mengetahui aliran-aliran dalam pendidikan
 


A.      Batas-Batas Pendidikan
3
 
Soleha dan Rada (2011:5-7) menyatakan bahwa Beragam pemikiran tentang  pengertian islam yang dikemukakan para tokoh-tokoh pendidikan islam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh tokoh-tokohberikut ini.
1.    Achmadi (1992:5), ilmu pendidikan islam adalah ilmu yang mengkaji pandangan islam tentang pendidikan dengan menafsirkan nilai-nilai ilahi dan mengkomunikasikan secara timbal balik dengan fenomena dalam situasi pendidikan.
2.    H.M. Arifin, (1991:14) ilmu pendidikan islam adalah studi tentang sistem dan proses kependidikan yang berdasarkan islam untuk mencapar produk atau tujuannya,baik studi secara teoritis maupun praktis.
3.    Widodo Supriono, memberikan pengertian ilmu pendidikan islam adalah ilmu yang membicarakan masalah-masalah umum pendidikan islam,secara menyeluru dan abstrak. Dimana pendidikan islam bersifat teoritis dan praktis (Ismail SM 2001-35)
4.    Ilmu pendidikan islam iyalah ilmu yang membahas proses penyampaian materi-materi ajaran islam kepada anak didik dalam proses pertumbuhannya (Uhbiyati  1998-12)
Dalam ilmu pendidikan islam teoritis, dibahas hal-hal yang bersifat normatis, yakni menunjuk kepada standar nilai islam. Oleh karena itu sistematika pokok kajiannya meliputi landasan dasar pendidikan islam, fungsi pendidikan islam, dan tujuan pendidikan islam. Adapun untuk ilmu pendidikan islam yang bersifat praktis, maka sistematika pokok kajiannya meliputi pendidikan islam dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah, serta dilingkungan masyarakat.
Berdasarkan penegasan-penegasan tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu pendidikan islam merupakan ilmu pengetahuan praktis karena yang diuraikan dalam ilmu ini dilaksanakan dalam kegiatan pendidikan, dan orang yang mempelajari ilmu ini dengan tujuan untuk dapat mengetahui dan mengarahkan kegiatan pendidikan.
Ilmu pendidikan islam juga merupakan ilmu pengetahuan rohani, karena situasi pendidikan berdasarkan atas tujuan tertentu dan tidak membiarkan anak tumbuh secara liar sesuai dengan keinginannya, melainkan memandangnya sebagai makhluk  susila, berharkat dan ingin membawanya kearah manusia susila, yang memiliki harkat dan budaya.
Batasan ilmu pendidikan islam menggunakan kaidah-kaidah ilmu pendidikan, dan menggunakan pendekatan filosofis dan ilmu empiris agar iya memiliki konsep yang idealistik, realistik, dan praktis.pendekatan filosofis mengangkat nilai-nilai ilahi transendental yang terkandung dalam risalah Islamiyah yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan. Sedangkan pendekatan empiris lebih diarahkan pada upaya untuk mencari jawaban terhadap berbagai masalah pendidikan yang timbul dengan selalu menggunakan parameter nilai-nilai ilahi.
Berdasarkan pendekatan tersebut, ilmu pendidikan islam dapat diberi batasan secara garis besar sebagai berikut :ilmu pendidkan islam iyalah ilmu yang mengkaji pandangan islam tentang pendidikan dengan menafsirkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam dan mengkomunikasikan secara timbal balik dengan fenomena sosial dalam situasi pendidikan kontemporer.
Nasruddin Razak (1973:62) menyatakan bahwa Memahami islam secara menyeluruh adalah penting walaupun tidak secara detail. Batas-batas pendidikan yang dimaksud disini adalah hal-hal yang menyangkut masalah kapan pendidikan dimulai dan bilamana pendidikan berakhir.
Dari beberapa pendapat para ahli bisa kita simpulkan bahwa sebelum diuraikan mengenai pengertian pendidikan Islam, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian pendidikan secara umum agar  pembahasannya lebih sistematis. Mengingat pengertian pendidikan Islam itu tidak terlepas dari pengertian pendidikan pada umumnya. Dengan demikian akan kita ketahui arti dan batasan-batasan pendidikan Islam yang jelas. Rangkaian kata “pendidikan Islam” bisa dipahami dalam arti berbeda-beda, antara lain: 1) pendidikan (menurut) Islam, 2) pendidikan (dalam) Islam, dan 3) pendidikan (agama) Islam. Istilah pertama, pendidikan (menurut) Islam, berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal, yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-Sunnah. Dengan demikian, pembahasan mengenai pendidikan (menurut) Islam lebih bersifat filosofis. Istilah kedua, pendidikan (dalam) Islam, berdasar atas perspektif bahwa Islam adalah ajaran-ajaran, sistem budaya dan peradaban yang tumbuh dan berkembang sepanjang perjalanan sejarah umat Islam, sejak zaman Nabi Muhammad SAW. sampai masa sekarang. Dengan demikian, pendidikan (dalam) Islam ini dapat dipahami sebagai proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan dikalangan umat Islam, yang berlangsung secara berkesinambungan dari generasi ke generasi sepanjang sejarah Islam. Dengan demikian, pendidikan (dalam) Islam lebih bersifat historis atau disebut sejarah pendidikan Islam. Sedangkan istilah ketiga, pendidikan (agama) Islam, muncul dari pandangan bahwa Islam adalah nama bagi agama yang menjadi panutan dan pandangan hidup umat Islam. Agama Islam diyakini oleh pemeluknya sebagai ajaran yang berasal dari Allah, yang memberikan petunjuk ke jalan yang benar menuju kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Pendidikan (agama) Islam dalam hal ini bisa dipahami sebagai proses dan upaya serta cara transformasi ajaran-ajaran Islam tersebut, agar menjadi rujukan dan pandangan hidup bagi umat Islam. Dengan demikian, pendidikan (agama) Islam lebih menekankan pada teori pendidikan Islam (Tantowi, 2008:7-8).
Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman dapat mencakup dua pengertian besar. Pertama, pendidikan Islam dalam pengertian praktis, yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dunia Islam seperti yang diselenggarakan di Pakistan, Mesir, Sudan, Saudi, Iran, Turki, Maroko, dan sebagainya, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Kedua, pendidikan tinggi Islam yang disebut dengan intelektualisme Islam. Lebih dari itu, pendidikan Islam menurut Rahman dapat juga dipahami sebagai proses untuk menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif, yang padanya terkumpul sifat-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil jujur dan sebagainya.

B.       Batas Awal Dan Akhir Dalam Pendidikan Dan Kemungkinan Keberhasilan Pendidikan
1.    Bagaimana pendidikan itu di mulai?
Zakiah Daradjat (2014:48-49) menyatakan bahwa Pendidikan dimulai dengan pemeliharaan yang merupakan persiapan kearah pendidikan nyata, yaitu pada minggu dan bulan pertama seorang anak di lahirkan, sedangkan pendidikan yang sesungguhnya baru terjadi kemudian. Pendidikan dalam bentuk pemeliharaan adalah bersifat “drestur” belum bersifat murni. Sebab pada pendidikan murni di perlukan adanya kesadaran mental dari si terdidik.
Pada pendidikan yang sesungguhnya dari anak di tuntut pengertian bahwa ia harus memahami apa yang di kehendak oleh pemegang kewibawaan dan menyadari bahwa hal yang diajarkan adalah perlu baginya. Dengan singkat dapat di katakan bahwa ciri utama dari pendidikan yang sesungguhnya ialah adanya kesiapan interaksi edukatif antara pendidik dan terdidik.
Dari segi psikologi, usia 3-4 tahun dikenal sebagai “masa pembangkang” atau “masa krisis”. Dari segi pendidikan justru pada masa itu terbuka peluang ketidakpatuhan yang sekaligus merupakan landasan untuk menegakkan kepatuhan yang sesungguhnya. Artinya, di saat itulah terbuka peluang ke arah kesediaan menerima yang sesungguhnya. Setelah itu anak mulai memiliki “kesadaran batin” atau motivasi dalam perilakunya. Di sinilah pula mulai terbuka penyelenggaraan pendidikan, artinya sentuhan-sentuhan pendidikan untuk menumbuhkembangkan motivasi anak dalam perilakunya ke arah tujuan-tujuan pendidikan.


2.    Bila Pendidikan itu Berakhir?
Zakiah Daradjat (2014:49) menyatakan bahwa Sebagaimana sulitnya menetapkan kapan sesungguhnya pendidikan akan berlangsung untuk terakhir kalinya. Kesulitan tersebut berkitan erat dengan kesukaran menentukan masa kematangan. Seorang anak dalam hal-hal tertentu telah mencapai kematangannya, tetapi dalam hal-hal lain kadang-kadang masih tetap menunjukkan sikap kekanak-kanakan. Misalnya, dalam bidang keterampilan tertentu seseorang anak telah memiliki pandangan-pandangan yang mandiri, tetapi dalam bidang sikap kedewasaannya sama sekali tidak tampak.
Di samping itu masih dapat ditambahkan pula bahwa lingkungan dan keadaan kehidupan seseorang turut mempengaruhi percepatan atau tempo proses kematangannya. Misalnya, pada umumnya anak yang sedang belajar tidak mendesak untuk segera dihadapkan dengan pemikiran-pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah praktis yang dijumpai, sebagaimana yang dialami anak-anak sebanyak yang telah terjun ke dalam dunia pekerjaan. Kenyataan-kenyataan itu tidak memberi peluang untuk dapat menentukan pada umur berapa pendidikan manusia harus berakhir.
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam menurut Imam Al-Gazali adalah untuk mencapai keutamaan dan taqarrub (pendekatan diri kepada Allah). Sejalan dengan hal di atas jelaslah bahwa batas pendidikan versi Langevel agak realistik pragmatik, maka batas pendidikan Islam lebih idealistik dan pragmatik menurut Islam, pendidikan itu berlangsung dari buaian sampai ke liang lahat. Sebagaimana Hadis Nabi saw.:
أُطْلُبِ اْلعِلْمَ مِنَ اْلمَهْدِ إِلَى اللَّهْـدِ
Artinya:
Tuntutlah ilmu pengetahuan semenjak dari buaian hingga ke liang lahat (al-Hadis).
Muhammad Munir Mursa mengatakan bahwa pendidikan islam tidak terbatas pada suatu priode atau jenjang tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hayat. Ia merupakan pendidikan “dari buaian hingga liang lahat” selalu memperbarui diri, serta terus menerus mengembangkan kepribadian dan memperkaya kemanusiaan. Dengan perkataan lain, ia senantiasa membimbing manusia untuk maju.
Prinsip pendidikan yang dilaksanakan dewasa ini yang dikenal dengan konsep pendidikan seumur hidup (Long Life of Education). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dikenal adanya batas-batas pendidikan. Bukankah pendidikan adalah pertolongan orang dewasa (pendidik) kepada (pemuda) anak didik. Bukankah manusia semenjak dia lahir dan sepanjang hidupnya dia membutuhkan pertolongan orang lain?, maka semakin banyak kebutuhan hidup yang dibutuhkannya semakin pula ia membutuhkan pendidikan.
Secara umum tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia muttaqin yang secara sadar dan bertanggung jawab selalu mencari keridaan Allah SWT. melalui jalur muamalah yang ubudiyah sehingga sistem pendidikan Islam adalah suatu pola yang menyeluruh dari suatu masyarakat, unsur-unsur lembaga formal atau non formal dengan pemindahan pengetahuan dan pewarisan kebudayaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial spiritual dan intelektual. Dengan munculnya sistem pendidikan Islam sebagai suatu sistem yang berdiri sendiri adalah suatu fenomena baru dalam syariat Islam.

3.    Kemungkinan Keberhasilan Pendidikan
a.    Dua Aliran yang Ekstrim
Zakiah Daradjat (2014:51-54) menyatakan bahwa Tetapi jawaban yang mendasar dapat dilihat dari dua aliran yang bertolak belakang dalam memberi jawaban apa yang dapat dicapai oleh pendidikan.
1)   Aliran Pesimisme dalam Pendidikan
Pendidikan sama sekali tidak mempunyai kekuatan. Pendidikan hanyalah semata-mata mengubah lapis permukaan atau kulit dari watak anak didik sedang lapis yang lebih dalam dari kepribadian anak tidak perlu ditentukan. Singkatnya, apa yang patut dihargai dari pendidikan atau manfaat yang dapat diberikan oleh pendidikan tidak lebih dari sekedar memoles lapis permukaan peradaban dan tingkah laku sosial. Pandangan dengan corak demikian disebut “pendidikan pesimis”.
Pendidikan pesimis dapat berjalan seiring dengan pandangan optimisme alamiah (naturalistisch optimisme ), artinya membiarkan anak terdidik secara alami yang sejalan atau senada dengan proses alam. Memang benar bahwa manusia itu tidak dapat dididik karena memang pada dasarnya manusia tidak memerlukan pendidikan, sebab sesungguhnya sifat asli manusia adalah baik.
2)   Aliran Optimisme dalam Pendidikan
Di pihak lain terdapat para ahli yang dengan bersemangat dan optimis menunggu hasil-hasil yang pasti dari upaya pendidikan. Mereka sama sekali tidak mempertimbangkan adanya pengruh warisan bakat dan pembawaan dan berpendapat bahwa manusia dapat dibentuk melalui pemilihan lingkungan yang tepat, perbaikan keadaan kehidupan sosial dan pengaruh-pengaruh yang bersifat medidik.
Pertanyaan mendasar yang dicari jawabannya oleh kelompok ini telah dirumuskan oleh Claude Adrien Helvetius ( 1715-1771), salah seorang pemikir zaman “ Aufklarung “, yaitu : “ Bagaimana bisa terjadi agar manusia “ liar “ itu menjadi manusia yang kuat dan terampil, beradab serta kaya akan ilmu pengetahuan dan gagasan-gagasan?” Ketika itu manusia seolah-olah berkelas-kelas. Mereka membangkitkan kepercayaan bahwa lingkungan dan pendidikan dapa membentuk manusia ke arah mana saja yang dikehendaki pendidik.
b.    Teori Konvergensi
Sekarang ambillah dua buah bibit kelapa yang “berpembawaan” baik. Apakah yang terjadi ? Bibit yang ditanamkan di dataran rendah tumbuh menjadi pohon yang besar dan banyak menghasilkan buah yang besar-besar, sedangkan pohon yang didataran tinggi di pegunungan yang tidak besar dan tidak berbuah atau kurang sempurna buahnya. Kesimpulan dari contoh-contoh ini ialah bahwa lingkungan menyebabkan perbedaan- perbedaan yang besar. 
Kemungkinan juga seorang anak desa yang bersahaja mempunyai kecakapan untuk bermain film, musik, ilmu pasti atau matematika, akan tetapi jika i selalu saja diam di desanya dan tidak bersekolah, kecakapan-kecakapan tadi tidak akan memperoleh kesempatan untuk berkembag. Anak itu tidak mendapat pengaruh lingkungan yang diperlukan, pembawaan dan lingkungannya tidak pengaruh mempengaruhi. Seandainya ia dididik dalam lingkugan yang sesuai dengan pembawaannya, tentu kecakapan-kecakapan tadi akan berkembang dengan semestinya.

C.      Pandangan Islam Tentang Pengaruh Faktor Warisan Dan Lingkungan Serta Yang Dapat Dicapai Manusia Melalui Pendidikan
Pandangan Islam mengenai faktor warisan dan lingkungan dalam kaitannya dengan keterbatasan dan kemungkinan pendidikan dapat dilihat dari buku-buku filsafat Islam salah satu daripadanya adalah karangan Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, yang menjelaskan antara lain sebagai berikut :
1.    Warisan dan Lingkungan
Insan dengan seluruh perwakatan dan ciri pertumbuhannya adalah perwujudan dua dua faktor, yaitu faktor warisan dan lingkungan. Kedua factor ini mempengaruhi insane dan berintraksi dengannnya sejenak hari pertama ia menjadi embrio hingga ke akhir hayatnya. Oleh karena kuat dan bercampur aduknya peranan kedua factor ini, maka sukar sekali untuk merujuk perkembangan tubuh atau tingkah laku insane secara pastikepada salah satu dari kedua factor tersebut
Dalam beberapa bagian, pertumbuhan jasmani itu dapat dirujuk kepada faktor keturunan, umpamanya warna rambut, mata, roman muka, beberapa pertumbuhan kepribadian dan sosial dapat dirujuk kepada factor lingkungan. Namun demikian pertumbuhan jasmani tidak semestinya senantiasa dipengaruhi oleh faktor keturunan. Demikian pula petumbuhan kepribadian dan kecenderungan sosial. Kadangkala pertumbuhan jasmani dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik yang berbentuk alamiah seperti iklim, perubahan musim dan sifat tanah, maupun yang bersifat sosio budaya seperti cara makan, cara memelihara badan dari penyakit dan rawatan.
Di samping itu banyak pula kita dapati fenomena akhlak dan sosial dipengaruhi oleh kadar hormon yang dipancarkan oleh kelenjar, keadaan syaraf, kelancaran peredaran darah dan sebagainya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pertumbuhan akal dan emosi juga dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkugan, umpamanya kecerdasan. Lingkungan dapat memainkan peranan pendorong dan penolong terhadap perkembangan kecerdasan ini, sehinggan insan dapat mencapai taraf yang setinggi-tingginya. Sebaliknya juga dapat merupakan penghambat yang menyekat perkembangan, sehingga seseorang tidak dapat mengambil manfaat dari kesediaan kecerdasan yang diwarisinya.
Kadar pengaruh keturunan dan lingkugan terhadap insane berbeda-beda sesuai dengan segi-segi pertumbuhan kepribadian insan. Kadar pengaruh kedua faktor ini juga berbeda sesuai dengan umur dan fase pertumbuhan yang dilalui. Factor keturunan umumnya lebih kuat pengaruhnya pada tingkat bayi, yakni sebelum terjalinnya hubungan sosial dan perkembangan pengalaman. Sebaliknya pengaruh lingkungan lebih besar apabila insane mulai meningkat dewasa. Ketika itu hubungan dengan lingkungan alam dan manusia serta ruang geraknya sudah semakin luas.
Dalam membicarakan soal keturunan ini terdapat pebedaan pendapat. Pendapat yang tampak lebih tepat ialah walaupun fakta keturunan bayak mempengaruhi bentuk tubuh dan akal, namun ia sedikit banyak mempengaruhi juga pertumbuhan akhlak dan kebiasaan sosial. Tetapi faktor keturunan tersebut tidaklah merupakan suatu yang tidak bisa dipengaruhi. Malah ia bisa dilentur dalam batas tertentu. Alat untuk melentur itu ialah lingkugan degan segala unsurnya sekarang. Lingkungan sekitar adalah faktor pendidikan yang terpenting.
Di samping itu pengaruh warisan dalam pengertiannya yang luas dapat dibagi menjadi dua bagian pokok :
a.    Warisan alami atau fitrah ( internal ) yang dipindahkan oleh jaringan-jaringan benih.
b.    Warisan sosial ( external ) yang dipindahkan oleh faktor di luar diri       ( unit-unit sosial ) terutama keluarga. Media yang berperan dalam bagian ini adalah pancaindera, akal, tradisi, serta jenis interaksi sosial yang beraneka ragam.
Di antara ayat-ayat al-Qur’an dan hadits nabi yang menjadi dasar pendapat adalah :

 وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (٧) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (٨) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (٩)
 وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (١٠)
Artinya:
Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams 7-10)
2.     Perubahan Pada Manusia
Manusia dapat berubah karena wataknya yang luas dan lentur (fleksible), artinya watak insan itu bole dilenturkan, dibentuk dan diubah. iya mampu menguasai ilmu pengetahuan adat istiadat, nilai, tendensi atau aliran baru. Demikian pula iya dapat meninggalkan adat, nilai dan aliran lama karena interaksi sosial baik dengan lingkungan yang bersifat alam maupuan kebudayaan. Proses pembentukan indentitas, sifat dan watak ataupun memupuk dan memajukan ciri-cirinya yang unik dinamakan sosialisasi, atau proses “permasyarakatan”. Mudah atau susahnya proses ini bergantung kepada usia dan cara yang dugunakan.
Fleksibilitas tersebut dapat di tinjau dari segi fsiologi, ialah hasil dari jaringan urat syarat dan sel-sel otak. Syraf dapat di pengaruhi oleh perulangan latihan yang menghasilkan kebiasaan. Berulang-ulang melakukan suatu pekerjaan dapat menambah minat dan kecenderungan kepada pekerjaan itu. Kecenderungan ini akhirnya berubah menjadi adat, lalu adat membentuk kelakuan manusia. Dapat di pastikan bahwa 99 persen dari perbuatan yang di lakukan oleh manusia merupakan kelakuan yang otomatik. Sbab itu para cerdik pandai mengatakan adat itu adalah “tabiat yang kedua”. Namun betapapun adat itu terserap dalam diri, ia masih dapat di ubah. Tetapi tidaklah mudah lagi jika ia sudah mencapai taraf keterampilan.
Menurut Islam kelakuan, kebiasaan, keahlian, kemahiran, dan pikiran manusia dapat berubah. Malah dalam beberapa hal mesti berubah. Perubahan itu tidak terjadi otomatis atau lantaran motifasi kebendaan atau kesan dari perkembangan efolusi seperti yang diungkapkan oleh pengikut teori evolusi, tetapi oleh proses pelajaran yang dilalui sejak bayi sampai akhir hayatnya. Disamping itu dibantu oleh tabiat dan perwatakan yang mudah dilentur. Dalam hubunan ini Allah berfirman :
 وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (٧) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (٨) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (٩)
 وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (١٠)
Artinya:
Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams 7-10)
وَاللہُ اَخْرَجَکُمۡ مِّنۡۢ بُطُوۡنِ اُمَّہٰتِکُمْ لَا تَعْلَمُوۡنَ شَیْـًٔا ۙ وَّ جَعَلَ لَکُمُ السَّمْعَ وَالۡاَبْصٰرَ وَالۡاَفْـِٕدَۃَ ۙ لَعَلَّکُمْ تَشْکُرُوۡنَ ﴿۷۸﴾
Artinya:
Dan allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Ini berarti manusia itu lahir ke dunia tidak mengetahui apa-apa tentang alam ini. Oleh karena itu Allah membekalinya dengan alat indera dan akal, yang dengan itu ia dapat mencari ilmu dan alat untuk mengetahui. Dengan sendirinya manusia bertanggung jawab penuh kepada Allah.
Sayidina ali berkata kepada Hasan anaknya : hati anak kecil umpama tanah yang belum lagi bertanaman. Apa saja yang di semaikan akan di terima olehnya. Karena itu aku memulai mendidik dengan akhlak yang baik, sebelum hatimu menjadi keras dan pikiranmu sebibuk.
Dalil yang paling kuat yang membuktikan tentang mungkinnya keyakinan, akhlak, atau kebiasaan manusia yang berubah pengutusan Rasul dan Nabi. Islam telah dapat menghasilkan perubahan-perubaha dalam pribadi orang arab. Dari penyembah berhala menjadi muwahiddin. Beriman dan menyembah Allah Yang Maha Esa. Dari insan yang asyik memikir dan mengusahakan kesenangan dunia semata kepada insan yang berusaha mendapatkan keredhaan Allah SWT dan ganjaran di akhirat. Dari kecenderungan menyelesaikan masalahdengan pedang kepada insan yang cenderung damai
Tetapi perubahan perilaku tidak dapat di lakukan terhadap beberapa ciri tetap manusia di bawa sejak lahir, seperti naluri cinta, takut, tunduk, menentang dan sebagainya. Apa yang boleh di buat terhadap nalri-naluri ini ialah meningkatkan atau mendidiknya, ke arah yang lebih baik. Cara membentuk itu ialah dengan membina kecintaan kepada ke utamaan dan idealisme. Kecintaan seperti ini yang paling kuat pengaruhnya ialah kecintaan keagamaan. Jika kecintaan telah tumbuh dalam hati seorang, akan kita dapati beberapa perubahan. Misalnya, apa yang di takuti oleh orang awam tidak lagi menakutkannya. Yang di takuti adalah ke murkaan Allah SWT.
Naluri marah umpamanya tidak hapus dan tidak padam, tetapi realisasinya berubah bentuk. Marah tidak lagi di sebabkan oleh diri, harta dan anak-anak tetapi karena hak yang di perkosa dan seruan ke arah agama ditentang.


BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
16
 
Sudah sama-sama kita ketahui pendidikan adalah suatu proses pembentukan kepribadian manusia. Oleh karena itu pendidikan merupakan hal yang penting bagi kita, dan pendidikan Islam itu sendiri mempunyai batas awal yaitu pendidikan Islam harus dimulai semenjak seorang laki-laki dan seorang perempuan mengikat tali perkawinan. Dan batas akhir pendidikan adalah tidak terbatas pada suatu priode atau jenjang tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hayat. Ia merupakan pendidikan “dari buaian hingga liang lahat” selalu memperbarui diri, serta terus menerus mengembangkan kepribadian dan memperkaya kemanusiaan.
Dan adapun warisan dan lingkungan, Kedua item ini sama sama mempengaruhi pendidikan anak. Warisan terbagi dua: a. Warisan alami (fitrah/internal) yang dipindahkan oleh jaringan benih. Misal: rambut, warna kulit, tinggi pendek, dsb. b. Warisan Sosial (external) yang dipindahkan oleh factor diluar diri (unit-unit social) terutama keluarga. Media yang berperan dalam bagian ini adalah panca indera, akal, tradisi, serta jenis interaksi social yang beraneka ragam.
Yang dimaksud lingkungan adalah ruang lingkup dimana sianak berinteraksi, pada waktu masih kecil dalam bimbingan orang tua lingkungan yang paling berpengaruh adalah keluarga tapi ketika dewasa lingkungan sosialnya sangat berpengaruh besar bagi anak.

B.       Saran
Dan untuk perubahan pada manusia, manusia dapat berubah karena wataknya yang luwes dan lentur (fleksibel), artinya watak insane itu boleh dilentur, dibentuk dan diubah. Menurut islam ketakutan, kebiasaan, keahlian, kemahiran dan pikiran manusia dapat berubah. Malah dalam beberapa hal mesti berubah. Demi kelangsungan hidupnya kearah yang lebih baik, melalui tempaan terus menerus dan pembiasaan. Sebagaimana Allah juga telah mengutus Rasul dan Nabi guna merubah kehidupan manusia dari kejahiliahan kearah ketauhitan pada Allah SWT. Namun ada pula yang tak dapat dirubah dari manusia seperti naluri cinta, hidup, takut, tunduk, menentang dan sebagainya. Tapi hal itu biasa dibina kearah pelampiasan yang benar. Cinta terhadap keutamaan dan idealisme beragama. Melampiaskan emosi pada hal-hal positive.























DAFTAR PUSTAKA

Darajat, Zakiah. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : PT BUMI AKSARA

Soleha, dkk. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung : SHIDDIQ PRESS

Razak, Nasruddin. 1973. Dienul Islam. Bandung : PT ALMA’ARIF

Purwanto, Ngalim. 2007. Ilmu pendidikan teoritis dan praktis. Bandung : REMAJA ROSDAKARYA

Aly Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : LOGOS WACANA ILMU

http:ilmu pendidikan islam,kemungkinan dan keterbasan pendidikan. com




Komentar

Postingan populer dari blog ini

KETERKAITAN PPKn DENGAN IPS

MASALAH MORALITAS DI SEKOLAH DASAR