DAMPAK MORALITAS TRADISI TANDEK YANG BERKEMBANG DI MASYARAKAT



A.      Latar Belakang
Penelitian ini dilatar belakangi oleh suatu fenomena dikalangan masyarakat yang mengembangkan tradisi tandek yang menurut kalangan setempat meresahkan tetapi juga menyenangkan dari sisi positifnya. Disaroka tradisi tandek sangat meraja lelah dan hal ini yang membuat saya tertarik untuk mengambil lokasi penelitian disaroka.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menekankan pada keutuhan dan kedalaman subyek yang diteliti. Jenis penelitian ini adalah studi kasus yang merupakan jenis penelitian yang menekankan pada kasus-kasus tertentu secara spesifik, sehingga data yang diperoleh akan komprehensif dan maksimal. Pengumpulan data dalam penelitian ini, saya menggunakan wawancara kepada masyarakat setempat, mahasiswa yang bertinggal di daerah saroka dan bahkan anak mudah yang masi duduk dibangku sekolah.
Dalam makalah ini, saya akan menganalisis pengaruh-pengaruh tradisi tandek terhadap kehidupan masyarakat saroka terutama bagaimana dampak-dampak yang ditimbulkan akibat pengaruh itu.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, fokus utama penelitian ini sebagai berikut:
1.    Bentuk nilai-nilai moralitas ditradisi tandek?
2.    Dampak moralitas yang ada ditradisi tandek?

C.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:
1.
Mendapatkan gambaran tentang bentuk nilai-nilai moralitas ditradisi tandek bagi masyarakat saroka.
2.    Mengidentifikasi berbagai persoalan yang mencul berkaitan dengan Dampak moralitas yang ada ditradisi tandek.
D.      Manfaat Penelitian
1.      bagi saya sendiri banyak pengalaman baru yang saya dapatkan dikalangan masyarakat akan kebudayaan tandek.
2.      Bagi masyarakat lebih tau akan hal yang baik ataupun buruk dari tradisi tandek saat melaksanakannya.
3.      Bagi anak dibawah umur harus bisa memilah dan memilih mana yang baik dan buruk dari tradisi tandek.














BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.      Tradisi Tandek
1.    Pengertian tradisi
Tradisi (al-thurats) sendiri bila mengutip hassan hanafi merupakan khazanah kejiwaan (makhzum al-nafs) yang menjadi pedoman dan peranti dalam membentuk masyarakat. Tradisi merupakan khazanah pemikiran yang bersifat material yang biasa dikembangkan untuk melahirkan pemikiran yang progresif dan transformatif. Tsabat atau sifat tetap adalah pokok kehidupan, dan intinya tidak dapat berubah sepanjang zaman. Dibawah pengertian serba tetap inilah timbul adat tradisi yang diwariskan turun temurun secara tetap. Berubah sedikit demi sedikit dari satu kelain generasi, akan tetapi pada umumnya tradisi itu mempunyai dasar dan pengertian yang serba tetap.[1]
2.      Sejarah Tradisi Tandek
Pesindhen, atau sindhen (dari Bahasa Jawa) adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi mengiringi orkestra gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya. Pesinden yang baik harus mempunyai kemampuan komunikasi yang luas dan keahlian vokal yang baik serta kemampuan untuk menyanyikan tembang.
3
 
Pesinden juga sering disebut sinden, menurut Ki Mujoko Joko Raharjo berasal dari kata "pasindhian" yang berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan (melantunkan lagu). Sinden juga disebut waranggana "wara" berarti seseorang berjenis kelamin wanita, dan "anggana" berarti sendiri. Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan. Sinden memang seorang wanita yang menyanyi sesuai dengan gendhing yang di sajikan baik dalam klenengan maupun pergelaran wayang. Istilah sinden juga digunakan untuk menyebut hal yang sama di beberapa daerah seperti Banyumas, Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur dan daerah lainnya, yang berhubungan dengan pergelaran wayang maupun klenengan. Sinden tidak hanya tampil solo (satu orang) dalam pergelaran tetapi untuk saat ini pada pertunjukan wayang bisa mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih untuk pergelaran yang sifatnya spektakuler.
Pada pergelaran wayang zaman dulu, Sinden duduk di belakang Dalang, tepatnya di belakang tukang gender dan di depan tukang Kendhang. Hanya seorang diri dan biasanya istri dari Dalangnya ataupun salah satu pengrawit dalam pergelaran tersebut. Tetapi seiring perkembangan zaman, terutama di era Ki Narto Sabdho yang melakukan berbagai pengembangan, Sindén dialihkan tempatnya menghadap ke penonton tepatnya di sebelah kanan Dalang membelakangi simpingan wayang dengan jumlah lebih dari dua orang.
Di era modern sekarang ini Sindén mendapatkan posisi yang hampir sama dengan artis penyanyi campursari, bahkan sindén tidak hanya dibutuhkan untuk mahir dalam menyajikan lagu tetapi juga harus menjaga penampilan, dengan berpakaian yang rapi dan menarik. Sindén tidak jarang menjadi "pepasren" (penghias) sebuah panggung pertunjukan wayang. Bila Sindénnya cantik-cantik dan muda yang nonton akan lebih kerasan dalam menikmati pertunjukan wayang. Perkembangan wayang saat ini bahkan Sindén tidak hanya didominasi wanita tetapi telah muncul beberapa orang Sindén laki-laki yang mempunyai suara merdu seperti wanita, tetapi dalam dandannya sindén ini tetap memakai pakaian adat jawa selayaknya pengrawit pria lainnya dan beberapa waktu lalu sindén laki-laki ini malah menjadi trend para Dalang untuk menghasilkan nilai lebih pada pergelarannya.[2]


B.       Moralitas Perkembangan Tradisi Tandek
1.    Cara Mempelajari Moral
Andi Yudha (2010:23) menyatakan bahwa arti Agama Bagi Anak Usia Sekolah Moral berasal dari bahasa latin: mores berarti tatakrama atau kebiasaan dalam perkembangan moral kelak anak-anak harus belajar mana yang benar dan mana yang salah.
a.    Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya  sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan.
b.    Mengembangkan Hati Nurani Penggunaan secara kontinu teknik-teknik disiplin yang ternyata efektif ketika anak masih kecil, cenderung menyebabkan kebencian pada yang lebih besar. Kalau disiplin dibutuhkan dalam perkembangan, haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak Disiplin merupakan cara masyarakat mengajarkan anak berperilaku moral yang diterima oleh masyarakatnya.[3]
2.    Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Sitiatava (2013:189) menyatakan bahwa perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungannya yang mendukung. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nlai-nilai dan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan nilai moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil. Beberapa sikap orangtua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, diantaranya  sebagai berikut :
a.    Konsisten dalam mendidik anak
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan pada waktu lain.
b.    Sikap orang tua dalam keluarga
Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semua pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh atau sikap masa bodoh, cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggungjawab dan kurang mempedulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih saying, keterbukaan, musyawarah (dialogis).Interaksi dalam keluarga turut mempengaruhi perkembangan moral anak.
c.    Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut Orang tua
 Merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk disini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim yang religious (agamis), dengan cara memberikan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.
d.   Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma
Orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari prilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak, agar berprilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggungjawab atau taat beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidak konsistenan orangtua itu sebagai alasan untuk tidak melakukan apa yang diinginkan orangtuanya, bahkan mungkin dia akan berprilaku seperti orangtuanya. Dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu, Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik, diantaranya yaitu:
1)   Faktor tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak.
2)   Faktor seberapa banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal.
3)   Faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara segala segala unsur lingkungan social yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsure lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu.
4)   Faktor selanjutnya yang memengaruhi perkembangan moral adalah tingkat penalaran. Perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
5)   Faktor Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain.[4]











BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A.      Objek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya ubahan-ubahan sebagai obyek penelitian dan ubahan-ubahan tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi ubahan masing-masing dan pemahaman dari luar (outward). Reliabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan model penelitian sejenis.
Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisis dan formula statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan kulturalnya.[5]

B.       Sumber Data/Subjek Penelitian
Yang dimaksud dengan sumber data disini adalah subjek dari mana data diperoleh. Mengklasifikasi sumber data menjadi tiga jenis ; a. person, yaitu sumber data berupa orang. b. place, yaitu sumber data berupa tempat, dan c. paper, yaitu sumber data berupa simbol. Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis person dan place.
8
 
Penentuan subjek penelitian berupa person dilakukan dengan teknik purposif. Dengan teknik ini, ditetapkan kriteria-kriteria sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu penduduk tetap di desa tempat penelitian dilaksanakan. Sedangkan subjek berupa place digunakan sebagai sumber data-data sesuai dengan tujuan penelitian.

C.      Teknik Pengumpulan Data
1.    Wawancara
Wawancara (indepth interview) dilakukan dengan berpedoman pada panduan wawancara. Panduan tersebut tidak sepenuhnya mengikat proses wawancara secara kaku, akan tetapi wawancara dapat berkembang sesuai dengan situasi masyarakat dan khususnya informan. Meski demikian, peneliti tetap berupaya secara jeli agar wawancara dapat menjawab tujuan penelitian.
2.    Dokumentasi
Pengkajian atas berbagai dokumen resmi baik yang bersifat internal maupun eksternal. Bersifat internal dalam artian pengkajian langsung atas dokumen, misal data monografis, sedangkan yang bersifat eksternal berupa sumber-sumber yang mendukung pengkajian atas dokumen, seperti arsip berita.

D.      Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai interviewer (mewawancara objek penelitian/informan) dan sebagai analis beberapa dokumen yang dihasilkan dari sesuai dengan kajian penelitian ini.









 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      Hasil
1.    Lokasi Penelitian
Setelah saya mengamati secara langsung kondisi daerah penelitian, yakni desa saroka kecamatan saronggi kabupaten sumenep, dapat digambarkan bahwa desa ini memiliki tipologi daerah yang terdapat banyak pertanian dan sapi dikalangan masyarakatnya. Rata-rata penghasilannya disana dengan hasil panen jagung dan sapi yang siap jual. Hal ini pula yang melatar belakangi adanya tradisi tandek karena di daerah saroka kecamatan saronggi kabupaten sumenep rata-rata masyarakat disana kaya-kaya dan ketika anaknya kawinan pasti akan mengundang tradisi tandek tersebut.
Saya melakukan observasi pada hari jumat 30 Oktober 2015 pada jam 07.00 WIB. Observasi disini saya sangat kaget sekaligus tak percaya karena kebanyakan pemain tayum atau tandek rata-rata dibawah umur. Pada sebuah pagelaran, sinden biasanya duduk di belakang dalang dan tukang gender serta tukang kendang. Jika hanya seorang diri, biasanya sinden merupakan istri dalang tersebut atau salah satu pengrawit dalam pagelaran tersebut. Dan anak dari sinden yang masi dibawah umur juga ikut serta. Seiring dengan perkembangannya, sinden pun dialihkan tempatnya menghadap ke penonton tepatnya di sebelah kanan dalang.
2.    Sejarah Tradisi Tandek
10
 
Saya melakukan wawancara pertama kali kepada Ali Sahbana sebagai mahasiswa sekaligus grub tandek pasopati yang telah pensiun digrub tersebut. Ali Sahbana menjelaskan bahwa sejarah tradisi tandek Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan. Sinden memang seorang wanita yang menyanyi sesuai dengan gendhing yang di sajikan baik dalam klenengan maupun pergelaran wayang. Istilah sinden juga digunakan untuk menyebut hal yang sama di beberapa daerah seperti Banyumas, Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur dan daerah lainnya, yang berhubungan dengan pergelaran wayang maupun klenengan. Sinden tidak hanya tampil solo (satu orang) dalam pergelaran tetapi untuk saat ini pada pertunjukan wayang bisa mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih untuk pergelaran yang sifatnya spektakuler.
B.       Pembahasan
Dalam penjelasan diatas maka saya dapat simpulkan bahwa sejarah tradisi yang saya ketahui dari hasil wawancara yang telah ada  dengan teori, maka pendapat keduanya sama saling keterkaitan satu sama yang lain.
Ali Sahbana menjelaskan bahwa selama ini ketika saya mengikuti grub pasopati memiliki dampak negatif maupun dampak positif dari tradisi tandek.
Dampak positif dari perkembangan tradisi tandek menurut Ali Sahbana yaitu:
a.    Melestarikan budaya madura hususnya di daerah sumenep
b.    Menyumbang kebanggaan tuan rumah.
Dampak negatif dari perkembangan tradisi tandek menurut Ali Sahbana yaitu:
a.    Pelecehan sex sual
b.    Menghambur-hamburkan uang ketika menyawer
c.    Semakin kurangnya etika dan moral (bagi anak dibawah umur)
d.   Sebelum diadakan aksi tayum para grub sinden mayoritasnya di berikan minuman alkohol supaya ngeflay dan aksinya full total.
Masrawi, sebagai salah satu masyarakat disaroka membenarkan apa yang dikatakan oleh Ali Sahbana. Karena menurutnya tradisi tandek sekarang banyak mengalami berubahan yang derastis dari segi penampilan dan dari segi penyajian terhadap masyarakat sekitar saroka. Menurut Masrawi memang tradisi tandek sangat bagus untuk memperkenalkan kepada keturunan kita kelak untuk melestarikan budaya madura tetapi ketika semakin canggi dunia ini semakin berubah titik moral yang mengakibatkan kerusakan terhadap anak cucu kita kelak dari situlah ayo kita sebagai penerus bangsa yang akan datang harus bisa menelaa akan tradisi tandek. Dan harus rajin-rajin memberikan moralitas yang baik, contoh yang baik, serta tutur kata kita terhadap anak cucu kita.
Ali Sahbana juga menjelaskan tentang akibat moralitas yang berkembang terhadap masyarakat di saroka yang menurutnya menjadi masalah tertentu terhadap peserta didik yang dibawah umur. Iya menjelaskan sebagai berikut:
 moralitas yang berkembang terhadap masyarakat di saroka yang menurutnya menjadi masalah tertentu terhadap peserta didik yang dibawah umur sangat merugikan karena jika seorang masyarakt melihat saweran dilihat dari segi ekonomi berdampak besar seperti meminjam uang terhadap tetangga, ketika tidak mampu bayar jalan satu satunya menjual barang yang dimilikinya, sisi negatifnya yang paling buruk adalah mencuri. Bagi peserta didik akan meniru prilaku yang dilihatnya pada saat pertunjukan tandek (sinden).
Saya melakukan wawancara ke tiga kepada anak mudah dibawah umur iya bernama mohammad fikri selaku melihat kejadian dan melihat aksi tradisi tandek tersebut:
Menurut saya mbk bagus-bagus aja tradisi tandeknya wong pemainnya juga cantik-cantik dan bapak saya sering nyawer ketika aksi tandek itu dimulai. Malah yang lebih seru lo nyawernya masuin ke tempat itu sendiri mbk hehe......!!!!! anak itupun ketawa ketika menyebutkan hal itu.
Sayapun dapat melihat bahwa sangat miris ya kejadian yang dialami anak tersebut dari tingka laku yang dilakukan seoarang bapak menjadi tiruan terhadap anak tersebut. Seoarang bapak biasanya memberikan nasehat yang baik dan menjadi tuli teladan terhadap anak tersebut.





 
BAB V
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Melihat dari realita dan fakta yang terjadi dilapangan saya mendapatkan banyak pelajaran yang bisa saya terapkan terhadap peserta didik agar kebudayaan tandek bisa tetap dikembangkan tetapi harus mengambil sisi yang baik dan bisa merubah moralitas yang dikembangkan supaya tidak menjelekkan dan merusak tradisi tadek tersebut.
Dan dari pemaparan ketiga narasumber saya bisa menyimpulkan bahwa tradisi tandek banyak menerapkan sisi negatif bagi peserta didik dibawah umur maupun bagi masyarakat setempat. Maka dari itu kita calon seoarang guru harus pinter-pinter menelaa dan memberi nasehat kepada adek-adek kita terkait tradisi tandek.

B.       Saran
1.    Bagi masyarakat untuk memperbaiki etika ketika menyawer supaya tidak menimbulkan moral yang buruk terhadap anak dibawah umur dan harus mampu mencontoh yang baik.
2.    Bagi pesinden itu sendiri untuk mengurangi penonjolan gerak badan yang bisa merangsang ke hal negatif dan usahakan untuk berpakaian yang sopan tetapi indah dilihat  yang bisa menutupi hauratnya sendiri.
3.    Bagi anak dibawah umur untuk tidak meniru hal yang salah akan tradisi tandek dan orang tua harus mampu menjaga dan mendidik anak-anaknya.








13
 
 
DAFTAR PUSTAKA

Brannen, Julia. 2015. Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR OFFSET
Misrawi, Zuhairi. 2004. Menggugat Tradisi Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU. Jakarta: KOMPAS
Yudha, Andi. 2010. Kenapa Guru Harus Kreatif?. Jakarta: PT MIZAN PUSTAKA
Rizema, Sitiatava. 2013. Pendidikan berbasis bakat siswa. Jogjakarta: DIVA PRESS


[1] Zuhairi Misrawi. Menggugat Tradisi Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU. (Jakarta: KOMPAS) 2004. Hlm. 40
[3] Andi Yudha. Kenapa Guru Harus Kreatif?. (Jakarta : PT MIZAN PUSTAKA) 2010 Hlm. 23
[4] Sitiatava Rizema. Pendidikan berbasis bakat siswa. (Jogjakarta : DIVA PRESS) 2013 Hlm. 189
[5] Brannen, Julia. Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR OFFSET) 2015 Hlm. 11

Komentar

  1. GGP88 | youtube.com/channel/185422_video_g
    youtube.com/channel/185422_video_g The most famous is GGP88 which is a very popular sportsbook in the youtube video to mp3 world.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KETERKAITAN PPKn DENGAN IPS

MASALAH MORALITAS DI SEKOLAH DASAR

BATASAN DAN KEBERHASILAN PENDIDIKAN ISLAM