Model Jaring Laba-Laba Pembelajaran Tematik



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dewasa ini setiap satuan pendidikan secara bertahap harus melaksanakan pengelolaan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. PP No. 32 Tahun 2013 ini memberikan arahan tentang delapan standar nasional pendidikan, yang meliputi: (a) standar isi; (b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f) standar pengelolaan; (g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian pendidikan.
Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (berpikir holistik) dan memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkret dan pengalaman yang dialami secara langsung.
Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD  kelas I – III untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran. Dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran yaitu hanya mempelajari materi yang berhubungan dengan mata pelajaran itu. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (berpikir holistik), pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik.

Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran terpadu sangat penting untuk dilaksanakan di tingkat sekolah dasar, agar pembelajaran di kelas tidak monoton, menyenangkan serta bermakna bagi kehidupan peserta didik. Salah satunya dengan menggunakan berbagai macam model pembelajaran terpadu. Salah satunya adalah model pembelajaran model webbed. Berikut ini akan dibahas secara mendalam mengenai pembelajaran terpadu model webbed.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana pengertian model pembelajaran tematik?
2.         Bagaimana model jaring laba-laba pembelajaran tematik?

C.      Tujuan Makalah
1.         Untuk mengetahui pengertian model pembelajaran tematik
2.         Untuk mengetahui model jaring laba-laba pembelajaran tematik
















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Model Pembelajaran Tematik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, tematik diartikan sebagai “ berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti “pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan sebagainya).”[1] Sebagai contoh, tema sandiwara ini ialah yang keji dan jahat pasti akan kalah oleh yang baik dan mulia.
       Tidak jauh berbeda dengan sumber literatur lainnya, Hendro Darmawan dkk, tematik diartikan sebagai “mengenai tema; yang pokok; mengenai lagu pokok”.[2] Sedangkan terpadu berarti “sudah padu (disatukan, dilebur menjadi satu, dan sebagainya).”[3]
Dari uraian  tersebut, sekilas sudah tergambar bahwa istilah tematik dan terpadu, meskipun tampak beda tetapi sesungguhnya intinya sama, yaitu sama-sama berorientasi pada proses penyatuan. Kalau tematik pada hakikatnya berorientasi pada satu wujud melalui penyesuaian dengan satu tema (objek) tertentu, maka terpadu adalah membuat wujud baru yang satu dengan cara meleburkan berbagai wujud asal yang berbeda-beda.
Oleh karena itu dalam konteks implementasi kurikulum dapat dipahami bahwa pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu (integrated learning) pada jenjang taman kanak-kanak (TK/RA) atau sekolah dasar (SD/MI) untuk kelas awal (kelas 1, 2, dan 3) yang didasarkan pada tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak.[4]
Sementara itu, contoh untuk pembelajaran terpadu pada satuan pendidikan adalah pemaduan mata pelajaran IPA dan IPS di SMP atau Mts. Mata pelajaran IPA di SMP/MTs merupakan peleburan dari mata pelajaran kimia, fisika, dan biologi; sedangkan mata pelajaran IPS peleburan dari mata pelajaran geografi, ekonomi dan sosiologi.[5]
Pendekatan tematik dirancang agar proses pembelajaran dari beberapa mata pelajaran yang diampu guru kelas yaitu PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS yang dipelajari peserta didik menjadi lebih bermakna. Dengan pembelajaran tematik diharapkan pembelajaran lebih berkesinambungan dan tidak berdiri sendiri.
Sementara untuk ketiga mata pelajaran (Agama, Olahraga dan mulok) dibelajarkan secara mandiri oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Menurut Rusman, dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:[6]
1.         Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu;
2.         Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3.         Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4.         Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5.         Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6.         Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7.         Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Menurut Uukurniawati,  model pembelajaran tematik ini berdasarkan dari teori Gestalt, dimana teori ini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt, (termasuk teori Piaget) yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan menekankan juga pentingnya program pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran ini berangakat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak.[7]

B.       Model Jaring Laba-Laba (Webbed) Pembelajaran Tematik
Menurut Forgati (1991: 5) terdapat 10 model pembelajaran terpadu yang dapat diterapkan oleh para guru yaitu:[8]
1.         Model fragmented
2.         Model connected
3.         Model nested (sarang)
4.         Model siquenced (urutan)
5.         Model shared (bagian)
6.         Model webbed (jaring laba-laba)
7.         Model threaded (galur)
8.         Model integrated (keterpaduan)
9.         Model emmersed (celupan)
10.     Model network (jaringan)
Model jaring laba-laba merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik sebagai pusat pembelajaran yang dijabarkan dalam beberapa kegiatan dan bidang pengembangan.[9]
Istilah model jaring laba-laba digunakan untuk nama model ini karena bentuk rancangannya memang seperti jala atau jaring yang dibuat oleh laba-laba, dengan tema yang dibicarakan sebagai pusat atau laba-labanya. Berdasarkan tema tersebut, ditentukan sub-sub tema sehingga akan memperjelas tema utama dengan menggunakan beberapa aspek kemampuan dasar yang ingin dikembangkan.
Pembelajaran Model webbed (Model Jaring Laba-laba) adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. [10] Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Tema bisa ditetapkan dengan negoisasi dengan siswa, tetapi dapat pula dengan cara diskusi sesama guru.
Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub-sub temanya dengan memerhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari sub-sub tema ini dikembangkan aktifitas belajar yang harus dilakukan siswa.  Jadi model webbed atau jaring laba- laba terimplementasi melalui pendekatan tematik sebagai pemandu bahan dan kegiatan pembelajaran.
Pendekatan ini adalah model pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan tema tertentu yang cenderung dapat disampailan melalui beberapa bidang study lain. Dalam hubungan ini, tema dapat mengikat kegiatan pembelajaran, baik dalam mata pelajaran maupun lintas mata pelajaran.
Pembelajaran terpadu model tematik (webbed) adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengkaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan.[11]
Model pembelajaran jaring laba-laba sebagai model pembelajaran termasuk salah satu tipe/jenis daripada model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran dengan model jaring laba-laba pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan setiap bidang pengembangan sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada anak.
Model pembelajaran jaring laba-laba (webbed) dengan pendekatan tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang pengembangan untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Pembelajaran tematik diajarkan pada anak karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak pernah dapat dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional.
Sementara menurut Kovalik menyarankan bahwa tema sentral pembelajaran tematik di sekolah dasar hendaknya berorientasi pada kondisi fisik lingkungan siswa dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat di lingkungan tersebut.[12]
Karakteristik model jaring laba-laba (webbed) adalah: (1) adanya pandangan luas secara keseluruhan dalam suatu tema yang dapat membentuk jaringan dari berbagai bidang pengembangan; (2) menggunakan pendekatan tematik yang kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut pada masing-masing bidang pengembangan. [13]
Ada lima langkah dalam menyusun rancangan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba. Keenam langkah tersebut yaitu :[14]
1)        Mempelajari kompetisi dasar, hasil belajar dan indikator setiap bidang pengembangan untuk masing-masing kelompok usia.
2)        Mengidentifikasi tema dan sub tema dan memetakannya.
3)        Mengidentifikasi indikator pada setiap kompetensi bidang pengembangan dengan mengacu pada indikator yang akan dicapai dan sub tema yang dipilih.
4)        Menyusun rencana kegiatan mingguan.
5)        Menyusun kegiatan harian.
Sebagaimana sebuah model pengembangan, tidak ada satu model pengembangan yang sempurna dan terbaik. Setiap model pengembangan pasti memiliki kelebihan, dan juga keterbatasan. Dengan kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh setiap model pengembangan tersebut maka para guru dapat mempertimbangkan model yang paling sesuai untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakannya yang sesuai dengan berbagai situasi dan kondisi setempat.
Beberapa kelebihan dari model jaring laba-laba ini adalah sebagai berikut.[15]
1.         Ada kekuatan motivasi yang berasal dari proses penentuan tema yang diminati oleh anak – anak.
Ditentukan bersama oleh guru dan anak-anak melalui percakapan atau diskusi ringan. Setiap anak dapat mengusulkan tema-tema yang menarik perhatiannya dan melihat apakah sebagian besar teman-temannya juga berminat dengan tema tersebut. Ini merupakan motivasi instrinsik yang sangat menguntungkan bagi proses pembelajaran.
2.         Model jaring laba-laba relatif mudah dilakukan para guru, termasuk guru TK pemula.
Model jaring laba-laba cukup mudah dilaksanakan oleh para guru, termasuk oleh guru-guru yang belum berpengalaman karena model ini sangat alamiah dengan adanya tema. Jadi, pembelajaran juga berlangsung alami, seperti layaknya interaksi antara anak-anak dengan orang dewasa pada situasi informal.
3.         Mempermudah perencanaan kerja tim karena semua anggota tim (guru) sebagai pengembang dapat bekerja sama untuk mengembangkan semua bidang/aspek pengembangan melalui satu tema saja sehingga tidak terjadi ketumpangtindihan dalam materi pembelajaran.


Kelebihan ini berlaku untuk tingkat pendidikan yang selama ini menerapkan guru bidang studi (SD/SMP/SMA) karena dengan model jaring laba-laba tiap guru tidak merancang kegiatan sendiri-sendiri, tetapi berada satu kesatuan jejaring. Pembelajarannya pun dapat ditangani oleh 1-2 orang guru saja jika guru tersebut cukup memiliki kemampuan dengan bidang-bidang studi yang akan dikembangkan.
4.         Pendekatan tematik memberikan kejelasan “payung” yang akan memotivasi anak maupun guru.
Digunakannya satu tema saja sebagai payung atau pusat minat sangat sesuai dengan cara berpikir anak yang masih holistik. Hal ini menjadi dasar diperlakukannya pembelajaran secara terpadu.
5.    Model ini juga memudahkan anak untuk melihat berbagai kegiatan atau berbagai gagasan yang berbeda, namun saling terkait dalam satu tema.
Pada model ini, sekat-sekat antara berbagai bidang pengembangan yang berbeda tidak tampak dengan jelas karena dibungkus dalam satu tema. Hal ini memudahkan anak untuk mengikuti proses belajar karena alur pembelajaran mengalir dengan halus, tidak terkesan meloncat-loncat.
Sedangkan keterbatasan model jaring laba-laba sebagai berikut:[16]
1.         Langkah yang sulit dalam pembelajaran terpadu model jaring laba-laba adalah menyeleksi tema.
2.         Dibutuhkan waktu dan pikiran untuk mengaitkan setiap tema dengan sumber belajar yang tersedia dan beradaptasi dengan model ini.
3.         Adanya kecendrungan merumuskan suatu tema yang dangkal dan kurang bermakna bagi anak dan hanya sebagai tema yang artifisial.
4.         Pembelajaran guru lebih fokus pada kegiatan daripada pengembangan konsep.



Jadi, kekuatan pembelajaran dengan pendekatan tema secara umum adalah sebagai berikut.[17]
1.    Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak.
Tingkat perkembangan anak merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tema sehingga dalam pembelajaran berbagai kegiatan dan pengalaman yang dilaksanakan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak, tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah dan tidak terlalu sulit atau terlalu mudah.
2.    Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak.
Minat dan kebutuhan anak juga merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tema sehingga diharapkan anak akan menyenangi kegiatan pembelajaran yang dilakukan karena tema yang dipilih dan digunakan sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
3.    Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.
Pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak akan menimbulkan motivasi intrinsik yang tinggi pada anak. Dengan motivasi intensif memungkinkan anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran sehingga ingatan atau kesan terhadap pembelajaran yang dialaminya akan bertahan lama.
4.    Mengembangkan ketermapilan berpikir dengan mencoba memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Tema diangkat sesuai kebutuhan anak dan dikembangkan sedemikian rupa melalui berbagai kasus yang seolah-olah nyata akan membuat anak tertarik untuk menyelesaikannya. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang menerapkan latihan memecahkan masalah akan dapat mengembangkan keterampilan berpikir anak.
5.    Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, bertoleransi, berkomunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Pelaksanaan pembelajaran tematik, sejak penentuan tema melalui diskusi, memecahkan berbagai persoalan bersama dan berbagai kegiatan kelompok lainnya akan mengembangkan keterampilan sosial anak dalam berkomunikasi dan saling menjaga perasaan teman, juga menghargai berbagai gagasan yang berbeda dari teman-temannya.
6.    Memudahkan anak memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu.
7. Memudahkan anak mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai bidang pengembangan dalam tema yang sama.
8.    Meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran.
9.    Mengembangkan kompetensi bahasa lebih baik dengan mengaitkan aspek pengembangan dan pengalaman pribadi anak.
10. Anak lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disampaikan dalam konteks tema yang jelas.
11. Meningkatkan gairah belajar anak, karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata.
12. Menghemat waktu karena bidang pengembangan disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga kali pertemuan
Pada model ini guru menyajikan pembelajaran dengan tema dan sub tema yang disepakati dan dihubungkan dengan antar pelajaran. Sehingga siswa memperoleh pandangan hubungan yang utuh tentang kegiatan dari mata pelajaran yang berbeda-beda.
Model webbed untuk penyatuan kurikulum adalah satu pendekatan team yang memerlukan waktu untuk berkembang. Waktu penulisan kurikulum adalah satu kesempatan untuk meniru model ini sehingga para guru dapat sepenuhnya mengeksplor tema-tema pilihan dan merancang kriteria sebagai kualitas. Model ini memerlukan perencanaan yang ekstensif (terus menerus) dan koordinasi dari seluruh berbagai sekolah.
Model ini yang sangat bagus untuk digunakan ketika percobaan dua hingga empat minggu unit percobaan antar cabang ilmu pengetahuan. Dikarenakan kehebatan perencanaan memerlukan untuk melakukan model ini dengan baik, disarankan untuk memulai dengan satu kurikulum yang dapat diatur.

           

























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaan tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan.
Model pembelajaaran tematik dibagi menjadi sepuluh model yaitu: Model fragmented, Model connected, Model nested (sarang), Model siquenced (urutan), Model shared (bagian), Model webbed (jaring laba-laba), Model threaded (galur), Model integrated (keterpaduan), Model emmersed (celupan) dan Model network (jaringan).
Salah satu model pembelajaraan tematik yang paling sering digunakan dalam pembelajaran adalah model jaring laba-laba. Model jaring laba-laba merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik sebagai pusat pembelajaran yang dijabarkan dalam beberapa kegiatan dan bidang pengembangan. Istilah model jaring laba-laba digunakan untuk nama model ini karena bentuk rancangannya memang seperti jala atau jaring yang dibuat oleh laba-laba, dengan tema yang dibicarakan sebagai pusat atau laba-labanya. Berdasarkan tema tersebut, ditentukan sub-sub tema sehingga akan memperjelas tema utama dengan menggunakan beberapa aspek kemampuan dasar yang ingin dikembangkan.
Oleh karena itu dalam konteks implementasi kurikulum dapat dipahami bahwa pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu (integrated learning) pada jenjang taman kanak-kanak (TK/RA) atau sekolah dasar (SD/MI) untuk kelas awal (kelas 1, 2, dan 3) yang didasarkan pada tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak



B.       Saran
Sebagai calon pendidik atau guru yang akan menerapkan pembelajaran terpadu harus  memenuhi persyaratan-persyaratannya, agar dapat tercapai pembelajaran yang bermakna untuk peserta didik. Selain itu, calon guru atau guru perlu menggunakan variasi model yang cocok, sehingga peserta didik dapat memahami materi yang disampaikan dengan baik.


[1] Tim Penyusun Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.1429
[2] Hendro Darmawan dkk, Kamus Ilmiah Populer Lengkap dengan EYD dan Pembentukan Istilah serta Akronim Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2011), hlm. 710.
[3] Tim Penyusun, Kamus Besar… hlm. 997
[4] Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi anak Usia Dini TK/RA dan Anak Usia Awal SD/MI, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. v.
[5] Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik Panduan Lengkap Aplikatif, (Yogyakarta: DIVA Press, 2013), hlm. 123
[6]Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 254-255.
[7] Uukurniawati, Konsep Dasar Pembelajaran Tematik, dalam http://uukurniawati. wordpress.com, diakses tanggal 14 Februari 2014.
[8]  Asep Herry Hernawan, dkk. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 7.26
[9] S. Aisyah. Pembelajaran Terpadu. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm. 4.3
[10] Trianto. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hlm. 67
[11] Poerwadarminta. Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. (Jakarta: Puskurbalitbang Depdiknas 2006, 1983), hlm. 82

[12]  N. Diana. Pembelajaran Terpadu. (Bandarlampung : Fakta Press fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, 2008), hlm. 22
[13] R. Fogarty. The Mindfull School: How to Integrate the Curricula. (Paltine: SkylighPublishing,Inc, 1991), hlm. 43
[14] S. Aisyah. Pembelajaran Terpadu. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm. 4.12

[15] Melly novikasari dalam Melyloelha-box: pembelajaran –model-jaring-laba-laba.html?m=1, ,diakses tgl 29 Mei 2013
[16]Melly Novikasari dalam Melyloelha-box: pembelajaran –model-jaring-laba-laba.html?m=1, ,diakses tgl 29 Mei 2013.
[17] Melly Novikasari dalam Melyloelha-box: pembelajaran-model-jaring-laba-laba.html?m=1, ,diakses tgl 29 Mei 2013.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KETERKAITAN PPKn DENGAN IPS

MASALAH MORALITAS DI SEKOLAH DASAR

BATASAN DAN KEBERHASILAN PENDIDIKAN ISLAM