Model Jaring Laba-Laba Pembelajaran Tematik
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa ini setiap satuan pendidikan secara bertahap harus
melaksanakan pengelolaan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. PP No. 32 Tahun 2013 ini memberikan arahan tentang delapan
standar nasional pendidikan, yang meliputi: (a) standar isi; (b) standar
proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d) standar pendidik dan tenaga
kependidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f) standar pengelolaan; (g)
standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian pendidikan.
Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas satu,
dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek
perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat
luar biasa. Pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu
keutuhan (berpikir holistik) dan
memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih
bergantung kepada objek-objek konkret dan pengalaman yang dialami secara
langsung.
Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD
kelas I – III untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah, misalnya
IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan Bahasa Indonesia 2 jam
pelajaran. Dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran
yaitu hanya mempelajari materi yang berhubungan dengan mata pelajaran itu.
Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih melihat segala sesuatu
sebagai suatu keutuhan (berpikir
holistik), pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah
akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik.
Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi
Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran
terpadu sangat penting untuk dilaksanakan di tingkat sekolah dasar, agar
pembelajaran di kelas tidak monoton, menyenangkan serta bermakna bagi kehidupan
peserta didik. Salah satunya dengan menggunakan berbagai macam model
pembelajaran terpadu. Salah satunya adalah model pembelajaran model webbed. Berikut ini akan dibahas secara
mendalam mengenai pembelajaran terpadu model webbed.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pengertian model pembelajaran tematik?
2.
Bagaimana model jaring laba-laba
pembelajaran tematik?
C.
Tujuan
Makalah
1.
Untuk mengetahui pengertian model
pembelajaran tematik
2.
Untuk mengetahui model jaring laba-laba
pembelajaran tematik
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Model Pembelajaran Tematik
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia edisi terbaru, tematik diartikan sebagai “ berkenaan dengan
tema”; dan “tema” sendiri berarti “pokok pikiran; dasar cerita (yang
dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan
sebagainya).”[1]
Sebagai contoh, tema sandiwara ini ialah yang keji dan jahat pasti akan kalah
oleh yang baik dan mulia.
Tidak jauh berbeda dengan sumber literatur lainnya, Hendro Darmawan dkk, tematik diartikan sebagai “mengenai tema; yang pokok; mengenai lagu pokok”.[2] Sedangkan terpadu berarti “sudah padu (disatukan, dilebur menjadi satu, dan sebagainya).”[3]
Tidak jauh berbeda dengan sumber literatur lainnya, Hendro Darmawan dkk, tematik diartikan sebagai “mengenai tema; yang pokok; mengenai lagu pokok”.[2] Sedangkan terpadu berarti “sudah padu (disatukan, dilebur menjadi satu, dan sebagainya).”[3]
Dari uraian
tersebut, sekilas sudah tergambar bahwa istilah tematik dan terpadu, meskipun
tampak beda tetapi sesungguhnya intinya sama, yaitu sama-sama berorientasi pada
proses penyatuan. Kalau tematik pada hakikatnya berorientasi pada satu wujud
melalui penyesuaian dengan satu tema (objek) tertentu, maka terpadu adalah
membuat wujud baru yang satu dengan cara meleburkan berbagai wujud asal yang
berbeda-beda.
Oleh karena itu dalam konteks
implementasi kurikulum dapat dipahami bahwa pembelajaran tematik adalah salah
satu model pembelajaran terpadu (integrated learning) pada jenjang taman
kanak-kanak (TK/RA) atau sekolah dasar (SD/MI) untuk kelas awal (kelas 1, 2,
dan 3) yang didasarkan pada tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia
anak.[4]
Sementara itu, contoh
untuk pembelajaran terpadu pada satuan pendidikan adalah pemaduan mata
pelajaran IPA dan IPS di SMP atau Mts. Mata pelajaran IPA di SMP/MTs merupakan
peleburan dari mata pelajaran kimia, fisika, dan biologi; sedangkan mata
pelajaran IPS peleburan dari mata pelajaran geografi, ekonomi dan sosiologi.[5]
Pendekatan tematik
dirancang agar proses pembelajaran dari beberapa mata pelajaran yang diampu
guru kelas yaitu PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS yang
dipelajari peserta didik menjadi lebih bermakna. Dengan pembelajaran tematik
diharapkan pembelajaran lebih berkesinambungan dan tidak berdiri sendiri.
Sementara untuk ketiga
mata pelajaran (Agama, Olahraga dan mulok) dibelajarkan secara mandiri oleh
guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Pembelajaan tematik
adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa
mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran
atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Menurut Rusman, dengan tema
diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:[6]
1.
Siswa mudah memusatkan perhatian pada
suatu tema tertentu;
2.
Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan
mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang
sama;
3.
Pemahaman terhadap materi pelajaran
lebih mendalam dan berkesan;
4.
Kompetensi dasar dapat dikembangkan
lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi
siswa;
5.
Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan
makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6.
Siswa lebih bergairah belajar karena
dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan
dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7.
Guru dapat menghemat waktu karena mata
pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan
diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk
kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Menurut
Uukurniawati, model pembelajaran tematik ini berdasarkan dari teori
Gestalt, dimana teori ini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt, (termasuk
teori Piaget) yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan
menekankan juga pentingnya program pembelajaran yang berorientasi pada
kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan
yang berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak. Pembelajaran ini berangakat dari teori pembelajaran yang
menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan
struktur intelektual anak.[7]
B.
Model Jaring Laba-Laba (Webbed) Pembelajaran Tematik
Menurut
Forgati (1991: 5) terdapat 10 model pembelajaran terpadu yang dapat diterapkan
oleh para guru yaitu:[8]
1.
Model fragmented
2.
Model connected
3.
Model nested (sarang)
4.
Model siquenced (urutan)
5.
Model shared (bagian)
6.
Model webbed (jaring laba-laba)
7.
Model threaded (galur)
8.
Model integrated (keterpaduan)
9.
Model emmersed (celupan)
10.
Model network (jaringan)
Model jaring
laba-laba merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik
sebagai pusat pembelajaran yang dijabarkan dalam beberapa kegiatan dan bidang
pengembangan.[9]
Istilah model jaring
laba-laba digunakan untuk nama model ini karena bentuk rancangannya memang
seperti jala atau jaring yang dibuat oleh laba-laba, dengan tema yang
dibicarakan sebagai pusat atau laba-labanya. Berdasarkan tema tersebut,
ditentukan sub-sub tema sehingga akan memperjelas tema utama dengan menggunakan
beberapa aspek kemampuan dasar yang ingin dikembangkan.
Pembelajaran
Model webbed (Model Jaring Laba-laba)
adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. [10]
Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Tema
bisa ditetapkan dengan negoisasi dengan siswa, tetapi dapat pula dengan cara
diskusi sesama guru.
Setelah
tema tersebut disepakati, dikembangkan sub-sub temanya dengan memerhatikan
kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari sub-sub tema ini dikembangkan
aktifitas belajar yang harus dilakukan siswa.
Jadi model webbed atau jaring
laba- laba terimplementasi melalui pendekatan tematik sebagai pemandu bahan dan
kegiatan pembelajaran.
Pendekatan
ini adalah model pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan tema tertentu
yang cenderung dapat disampailan melalui beberapa bidang study lain. Dalam
hubungan ini, tema dapat mengikat kegiatan pembelajaran, baik dalam mata
pelajaran maupun lintas mata pelajaran.
Pembelajaran terpadu model tematik (webbed)
adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengkaitkan
beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada
siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan.[11]
Model pembelajaran jaring laba-laba sebagai model
pembelajaran termasuk salah satu tipe/jenis daripada model pembelajaran
terpadu. Istilah pembelajaran dengan model jaring laba-laba pada dasarnya
adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan setiap
bidang pengembangan sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada anak.
Model pembelajaran
jaring laba-laba (webbed) dengan pendekatan tematik merupakan suatu
strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang pengembangan untuk
memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Keterpaduan dalam pembelajaran
ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek
belajar mengajar. Pembelajaran tematik diajarkan pada anak karena pada umumnya
mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik),
perkembangan fisiknya tidak pernah dapat dipisahkan dengan perkembangan mental,
sosial, dan emosional.
Sementara menurut
Kovalik menyarankan bahwa tema sentral pembelajaran tematik di sekolah dasar
hendaknya berorientasi pada kondisi fisik lingkungan siswa dan masalah yang
dihadapi oleh masyarakat di lingkungan tersebut.[12]
Karakteristik model jaring laba-laba (webbed) adalah:
(1) adanya pandangan luas secara keseluruhan dalam suatu tema yang dapat
membentuk jaringan dari berbagai bidang pengembangan; (2) menggunakan
pendekatan tematik yang kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut pada
masing-masing bidang pengembangan. [13]
Ada lima langkah
dalam menyusun rancangan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba. Keenam
langkah tersebut yaitu :[14]
1)
Mempelajari kompetisi dasar, hasil
belajar dan indikator setiap bidang pengembangan untuk masing-masing kelompok
usia.
2)
Mengidentifikasi tema dan sub tema
dan memetakannya.
3)
Mengidentifikasi indikator pada
setiap kompetensi bidang pengembangan dengan mengacu pada indikator yang akan
dicapai dan sub tema yang dipilih.
4)
Menyusun rencana kegiatan mingguan.
5)
Menyusun kegiatan harian.
Sebagaimana
sebuah model pengembangan, tidak ada satu model pengembangan yang sempurna dan
terbaik. Setiap model pengembangan pasti memiliki kelebihan, dan juga
keterbatasan. Dengan kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh setiap model
pengembangan tersebut maka para guru dapat mempertimbangkan model yang paling
sesuai untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakannya
yang sesuai dengan berbagai situasi dan kondisi setempat.
Beberapa
kelebihan dari model jaring laba-laba ini adalah sebagai berikut.[15]
1.
Ada kekuatan motivasi yang berasal dari
proses penentuan tema yang diminati oleh anak – anak.
Ditentukan bersama oleh
guru dan anak-anak melalui percakapan atau diskusi ringan. Setiap anak dapat
mengusulkan tema-tema yang menarik perhatiannya dan melihat apakah sebagian
besar teman-temannya juga berminat dengan tema tersebut. Ini merupakan motivasi
instrinsik yang sangat menguntungkan bagi proses pembelajaran.
2.
Model jaring laba-laba relatif mudah
dilakukan para guru, termasuk guru TK pemula.
Model jaring laba-laba cukup mudah
dilaksanakan oleh para guru, termasuk oleh guru-guru yang belum berpengalaman
karena model ini sangat alamiah dengan adanya tema. Jadi, pembelajaran juga
berlangsung alami, seperti layaknya interaksi antara anak-anak dengan orang
dewasa pada situasi informal.
3.
Mempermudah perencanaan kerja tim karena
semua anggota tim (guru) sebagai pengembang dapat bekerja sama untuk
mengembangkan semua bidang/aspek pengembangan melalui satu tema saja sehingga
tidak terjadi ketumpangtindihan dalam materi pembelajaran.
Kelebihan
ini berlaku untuk tingkat pendidikan yang selama ini menerapkan guru bidang
studi (SD/SMP/SMA) karena dengan model jaring laba-laba tiap guru tidak
merancang kegiatan sendiri-sendiri, tetapi berada satu kesatuan jejaring.
Pembelajarannya pun dapat ditangani oleh 1-2 orang guru saja jika guru tersebut
cukup memiliki kemampuan dengan bidang-bidang studi yang akan dikembangkan.
4.
Pendekatan tematik memberikan kejelasan
“payung” yang akan memotivasi anak maupun guru.
Digunakannya satu tema saja sebagai
payung atau pusat minat sangat sesuai dengan cara berpikir anak yang masih
holistik. Hal ini menjadi dasar diperlakukannya pembelajaran secara terpadu.
5. Model
ini juga memudahkan anak untuk melihat berbagai kegiatan atau berbagai gagasan
yang berbeda, namun saling terkait dalam satu tema.
Pada
model ini, sekat-sekat antara berbagai bidang pengembangan yang berbeda tidak
tampak dengan jelas karena dibungkus dalam satu tema. Hal ini memudahkan anak
untuk mengikuti proses belajar karena alur pembelajaran mengalir dengan halus,
tidak terkesan meloncat-loncat.
Sedangkan keterbatasan model jaring
laba-laba sebagai berikut:[16]
1.
Langkah yang sulit dalam pembelajaran
terpadu model jaring laba-laba adalah menyeleksi tema.
2.
Dibutuhkan waktu dan pikiran untuk
mengaitkan setiap tema dengan sumber belajar yang tersedia dan beradaptasi
dengan model ini.
3.
Adanya kecendrungan merumuskan suatu
tema yang dangkal dan kurang bermakna bagi anak dan hanya sebagai tema yang
artifisial.
4.
Pembelajaran guru lebih fokus pada
kegiatan daripada pengembangan konsep.
Jadi,
kekuatan pembelajaran dengan pendekatan tema secara umum adalah sebagai
berikut.[17]
1. Pengalaman
dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak.
Tingkat
perkembangan anak merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tema sehingga
dalam pembelajaran berbagai kegiatan dan pengalaman yang dilaksanakan harus
sesuai dengan tingkat perkembangan anak, tidak terlalu tinggi atau terlalu
rendah dan tidak terlalu sulit atau terlalu mudah.
2.
Menyenangkan karena bertolak dari minat
dan kebutuhan anak.
Minat
dan kebutuhan anak juga merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tema
sehingga diharapkan anak akan menyenangi kegiatan pembelajaran yang dilakukan
karena tema yang dipilih dan digunakan sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
3.
Hasil belajar akan bertahan lebih lama
karena lebih berkesan dan bermakna.
Pembelajaran
yang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak akan menimbulkan motivasi intrinsik
yang tinggi pada anak. Dengan motivasi intensif memungkinkan anak terlibat
secara langsung dalam pembelajaran sehingga ingatan atau kesan terhadap
pembelajaran yang dialaminya akan bertahan lama.
4.
Mengembangkan ketermapilan berpikir
dengan mencoba memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Tema
diangkat sesuai kebutuhan anak dan dikembangkan sedemikian rupa melalui
berbagai kasus yang seolah-olah nyata akan membuat anak tertarik untuk
menyelesaikannya. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang menerapkan latihan
memecahkan masalah akan dapat mengembangkan keterampilan berpikir anak.
5.
Menumbuhkan keterampilan sosial dalam
bekerja sama, bertoleransi, berkomunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang
lain.
Pelaksanaan
pembelajaran tematik, sejak penentuan tema melalui diskusi, memecahkan berbagai
persoalan bersama dan berbagai kegiatan kelompok lainnya akan mengembangkan
keterampilan sosial anak dalam berkomunikasi dan saling menjaga perasaan teman,
juga menghargai berbagai gagasan yang berbeda dari teman-temannya.
6.
Memudahkan anak memusatkan perhatian pada
satu tema atau topik tertentu.
7.
Memudahkan anak mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai bidang
pengembangan dalam tema yang sama.
8.
Meningkatkan pemahaman terhadap materi
pelajaran.
9.
Mengembangkan kompetensi bahasa lebih
baik dengan mengaitkan aspek pengembangan dan pengalaman pribadi anak.
10.
Anak lebih merasakan manfaat dan makna
belajar karena materi yang disampaikan dalam konteks tema yang jelas.
11.
Meningkatkan gairah belajar anak, karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi
nyata.
12.
Menghemat waktu karena bidang
pengembangan disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan
diberikan dalam dua atau tiga kali pertemuan
Pada model ini guru menyajikan
pembelajaran dengan tema dan sub tema yang disepakati dan dihubungkan dengan
antar pelajaran. Sehingga siswa memperoleh pandangan hubungan yang utuh tentang
kegiatan dari mata pelajaran yang berbeda-beda.
Model webbed untuk penyatuan
kurikulum adalah satu pendekatan team yang memerlukan waktu untuk berkembang.
Waktu penulisan kurikulum adalah satu kesempatan untuk meniru model ini
sehingga para guru dapat sepenuhnya mengeksplor tema-tema pilihan dan merancang
kriteria sebagai kualitas. Model ini memerlukan perencanaan yang ekstensif
(terus menerus) dan koordinasi dari seluruh berbagai sekolah.
Model ini yang sangat bagus untuk digunakan ketika percobaan
dua hingga empat minggu unit percobaan antar cabang ilmu pengetahuan.
Dikarenakan kehebatan perencanaan memerlukan untuk melakukan model ini dengan
baik, disarankan untuk memulai dengan satu kurikulum yang dapat diatur.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaan tematik adalah pembelajaran terpadu yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema
adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan.
Model pembelajaaran tematik dibagi
menjadi sepuluh model yaitu: Model fragmented, Model connected, Model
nested (sarang), Model siquenced (urutan), Model shared (bagian),
Model webbed (jaring laba-laba), Model threaded (galur), Model integrated (keterpaduan), Model emmersed
(celupan) dan Model network (jaringan).
Salah satu model pembelajaraan
tematik yang paling sering digunakan dalam pembelajaran adalah model jaring
laba-laba. Model jaring laba-laba merupakan pembelajaran terpadu
yang menggunakan pendekatan tematik sebagai pusat pembelajaran yang dijabarkan
dalam beberapa kegiatan dan bidang pengembangan. Istilah model jaring laba-laba
digunakan untuk nama model ini karena bentuk rancangannya memang seperti jala
atau jaring yang dibuat oleh laba-laba, dengan tema yang dibicarakan sebagai
pusat atau laba-labanya. Berdasarkan tema tersebut, ditentukan sub-sub tema
sehingga akan memperjelas tema utama dengan menggunakan beberapa aspek
kemampuan dasar yang ingin dikembangkan.
Oleh karena itu dalam
konteks implementasi kurikulum dapat dipahami bahwa pembelajaran tematik adalah
salah satu model pembelajaran terpadu (integrated learning) pada jenjang taman
kanak-kanak (TK/RA) atau sekolah dasar (SD/MI) untuk kelas awal (kelas 1, 2, dan
3) yang didasarkan pada tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak
B.
Saran
Sebagai calon pendidik atau guru
yang akan menerapkan pembelajaran terpadu harus memenuhi
persyaratan-persyaratannya, agar dapat tercapai pembelajaran yang bermakna
untuk peserta didik. Selain itu, calon guru atau guru perlu menggunakan variasi
model yang cocok, sehingga peserta didik dapat memahami materi yang disampaikan
dengan baik.
[7] Uukurniawati, Konsep Dasar
Pembelajaran Tematik, dalam http://uukurniawati. wordpress.com, diakses tanggal 14 Februari 2014.
[8] Asep Herry Hernawan, dkk. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2008), hlm. 7.26
[9] S. Aisyah. Pembelajaran
Terpadu. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm. 4.3
[10] Trianto. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. (Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hlm. 67
[11] Poerwadarminta. Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. (Jakarta: Puskurbalitbang Depdiknas 2006, 1983),
hlm. 82
[12] N. Diana. Pembelajaran
Terpadu. (Bandarlampung : Fakta Press fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan
Lampung, 2008), hlm. 22
[13] R. Fogarty. The Mindfull School: How to Integrate the Curricula. (Paltine: SkylighPublishing,Inc,
1991), hlm. 43
[14] S. Aisyah. Pembelajaran
Terpadu. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm. 4.12
[15]
Melly novikasari dalam Melyloelha-box: pembelajaran –model-jaring-laba-laba.html?m=1,
,diakses tgl 29 Mei 2013
[16]Melly
Novikasari dalam Melyloelha-box: pembelajaran –model-jaring-laba-laba.html?m=1,
,diakses tgl 29 Mei 2013.
[17] Melly
Novikasari dalam Melyloelha-box: pembelajaran-model-jaring-laba-laba.html?m=1, ,diakses
tgl 29 Mei 2013.
Komentar
Posting Komentar